Kamis, 22 Oktober 2009

STRATEGI DAN RENCANA AKSI
KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA
2007- 2017
Departemen Kehutanan
2007
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Orangutan Indonesia
2007-2017
TIM PENYUSUN
Tonny Soehartono (Ditjen PHKA Departemen Kehutanan)
Herry Djoko Susilo ( Ditjen PHKA Departemen Kehutanan)
Noviar Andayani (Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia – Universitas Indonesia-Wildlife Conservation Society)
Sri Suci Utami Atmoko (Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia - Universitas Nasional)
Jamartin Sihite (Orangutan Conservation Services Program)
Chairul Saleh (Yayasan World Wide Fund for Nature Indonesia)
Arifien Sutrisno (Orangutan Conservation Services Program)
KONTRIBUTOR
Adi Susmianto (SekDitJen PHKA Departemen Kehutanan)
Aldrianto Priadjati (BOSF); Darmawan Liswanto (Yayasan Titian/ FFI – IP);
Darrell Kitchener (Orangutan Conservation Services Program); Erik Meijaard (Orangutan Conservation Services Program);
Ian Singleton (SOCP/ Pan-Eco); Jatna Supriyatna (Conservation International);
Jito Sugarjito (Flora Fauna International – Indonesia Program)
Joko Pamungkas (PSSP-IPB); Peter Pratje (FZS/SOCP); Serge Wich (Great Ape Trust of Iowa)
Sofian Iskandar (Litbanghut Departemen Kehutanan); Togu Simorangkir (Yayorin)
DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
DEPARTEMEN KEHUTANAN
2007
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017
Diterbitkan Tahun 2007 oleh :
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Departemen Kehutanan Republik Indonesia
Kontributor Foto dan Peta
- BOSF
- WWF Indonesia
- Serge Wich dkk
- Martin Hardiyono
Dicetak atas bantuan
USAID - OCSP
Disain Sampul oleh :
Herry Djoko Susilo
Foto Sampul oleh :
Tri Wahyu Susanto
ISBN :
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
Nomor : P. 53 / Menhut-IV / 2007
Tentang
STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA
2007 – 2017
MENTERI KEHUTANAN
Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan usaha-usaha pelestarian orangutan di habitatnya
diperlukan strategi dan rencana aksi konservasi sebagai kerangka kerja yang
memerlukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan
para pemangku kepentingan;
b. bahwa dalam rangka peningkatan usaha pelestarian orangutan sebagaimana
huruf a diperlukan adanya strategi dan rencana aksi konservasi orangutan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan huruf b tersebut di
atas, maka perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Penetapan
Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia Tahun 2007 – 2017;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah
diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Menjadi Undang-Undang;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar;
8. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu;
9. Keputusan Menteri ......
9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts-II/2003 tentang Penandaan
Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar;
10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha
Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar;
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 sebagaimana telah
diubah beberapa kali dan terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.17/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Menetapkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia tahun 2007 –
2017 sebagaimana yang tercantum dalam lampiran peraturan ini;
KEDUA : Strategi sebagaimana dimaksud pada amar KESATU merupakan Kerangka Kerja
terhadap berbagai program dan kegiatan konservasi orangutan dan wajib dijadikan
sebagai pegangan/pedoman dalam melakukan konservasi orangutan;
KETIGA : Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2007 – 2017 di dalamnya
memuat Strategi dan Rencana Aksi yang akan dievaluasi dan diperbaharui setiap 5
(lima) tahun;
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 3 Desember 2007
Tembusan kepada Yth :
1. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
2. Gubernur seluruh Indonesia;
3. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan
4. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan
5. Direktur Jenderal/Kepala Badan lingkup Departemen Kehutanan;
6. Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;
7. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Alam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;
8. Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI;
9. Kepala Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal PHKA seluruh Indonesia.
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Orangutan sumatera dan orangutan kalimantan adalah dua jenis satwa primata yang menjadi bagian
penting dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup
di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan bonobo hidup di benua Afrika.
Orangutan dianggap sebagai suatu ‘flagship species’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan
kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi. Kelestarian
orangutan juga menjamin kelestarian hutan yang menjadi habitatnya dan kelestarian makhluk hidup
lainnya. Dari sisi ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan suatu
cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar Afrika. Sebagai satu-
satunya kera besar yang hidup di Asia, orangutan dinilai memiliki potensi besar menjadi aikon pariwisata
untuk wilayah ini.
Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi.
Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan sumatera dikategorikan Critically Endangered, artinya
sudah sangat terancam kepunahan, sedangkan orangutan kalimantan dikategorikan Endangered atau
langka.
Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus menerus dalam beberapa
dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini
kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat. Prediksi para ahli, jika kondisi ini tidak
membaik, maka dalam 10 tahun terakhir kita akan kehilangan hampir 50% dari jumlah populasi yang
ada saat ini.
Konflik antara manusia dan orangutan sangat sering terjadi, kadangkala menimbulkan kerugian di pihak
manusia namun yang paling sering terjadi adalah berakibat fatal pada pihak orangutan. Oleh karena itu,
upaya konservasi orangutan dan habitatnya harus dilakukan tidak hanya oleh orang-orang yang bekerja
dalam dunia konservasi saja, akan tetapi harus dilakukan dan didukung oleh pihak lainnya.
Saya berharap bahwa dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017
ini dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera dan orangutan kalimantan. Selain
itu juga menjadi acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan di Pulau Sumatera
maupun P. Kalimantan. Khususnya dalam penyusunan rencana tata ruang sangatlah penting untuk
memperhatikan dokumen ini agar pembangunan di tingkat daerah dapat selaras dengan upaya
pelestarian orangutan. Konversi hutan alam yang merupakan habitat penting bagi orangutan harus
dihentikan dan perlu segera dilakukan perbaikan habitat di wilayah yang sudah terdegradasi. Orangutan
di pusat rehabilitasi yang telah siap dilepasliarkan harus segera dicarikan areal pelepasliarannya.
Kegiatan rehabilitasi dan reintroduksi orangutan harus dapat diselesaikan pada tahun 2015. Upaya
perlindungan dan pengamanan harus dititikberatkan pada upaya pencegahan keluarnya orangutan dari
habitat alamnya akibat kegiatan illegal, dan bukan pada upaya penegakan hukum ketika orangutan
sudah berada di luar habitat alaminya.
Oleh karena itu kepada semua pihak yang terlibat, baik pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten,
pihak swasta di tingkat nasional dan daerah, serta masyarakat luas harus benar-benar dapat
melaksanakan komitmen penyelamatan orangutan sumatera dan orangutan kalimantan yang tertuang
dalam dokumen ini.
Pada kesempatan ini saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat secara
aktif dalam penyusunan dokumen ini. Semoga dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
Orangutan Indonesia 2007-2017 ini bermanfaat bagi semua pihak, dan mendukung kelestarian satwa
yang juga adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
DEPARTEMEN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL
PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
Alamat : Gedung Manggala Wanabakti, Blok I Lantai 8 Jalan Gatot Subroto – Jakarta 1-270
Telepon : (021) 5734818 – (021) 5730316, Faximile : (021) 5734818 – (021) 5733437 Jakarta
Jalan Ir. H. Juanda Nomor 15, Telepon (0251) 311615 - Bogor
UCAPAN TERIMA KASIH
Orangutan sumatera dan orangutan kalimantan merupakan dua jenis satwa primata yang
dipandang sangat menarik oleh banyak pihak untuk keperluan meningkatkan kesadaran
konservasi serta untuk menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi. Peranan
pentingnya dari aspek ekologis juga telah menyebabkan jenis primate ini menjadi perhatian para
pencinta dan pemerhati primata.
Melalui serangkaian proses yang panjang, maka pada akhirnya tersusunlah Dokumen Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 ini. Proses panjang ini diawali
dengan diselenggarakannya Orangutan Population and Habitat Viability Assessmet (PHVA) pada
tanggal 15-18 Januari 2004 di Jakarta, kemudian proses berlanjut dengan Workshop Strategi dan
Rencana Aksi Konservasi Orangutan Sumatera di Berastagi pada tanggal 20-23 September 2005
yang selanjutnya diikuti Workshop Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Kalimantan
di Pontianak pada tanggal 12-14 Oktober 2005 serta Bedah Buku dan Lokakarya Penyusunan
Rencana Aksi penyelamatan Orangutan dan Habitatnya di Kalimantan Timur di Pusat Penelitian
Hutan Tropis Universitas Mulawarman, Samarinda pada tanggal 14-15 Juni 2006. Disamping itu,
Lokakarya para pihak ”Masa Depan Habitat Orangutan dan Pembangunan di Kawasan Hutan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru” yang diselenggarakan pada tanggal 17-18 Januari 2006
di Sibolga juga telah memberikan kontribusi.
Kami menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
terlibat aktif dan atau memberikan kontribusi dalam penyusunan dokumen ini, di antaranya:
Conservation International – Indonesia, Leuser Development Programme, SOCP, Pan Eco, APAPI,
SEAPA dan IUCN/SSC – Primate Specialist Group (untuk Workshop di Berastagi); Fauna & Flora
International, Yayasan BOS, UNEP-UNESCO/GRASP, The Nature Conservancy, Yayorin - OFI,
Yayasan Palung serta WWF (untuk Workshop di Pontianak); juga Pusat Penelitian Hutan Tropis
Universitas Mulawarman, PT KPC, Tropenbos Indonesia, TNC, BOSF, WWF, MAPFLOFA Fahutan
Unmul dan BEBSiC (untuk lokakarya di Samarinda); yang telah memprakarsai serta memberikan
bantuan baik teknis maupun finansial sehingga terselenggara-nya workshop serta lokakarya
tersebut di atas.
Ucapan yang sama disampaikan kepada Orangutan Conservation Services Program - USAID dan
Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia (APAPI) yang telah membantu Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam penyelenggaraan Lokakarya Finalisasi Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia di Jakarta, pada tanggal 15 – 16 November
2007 serta dalam proses penyelesaian dokumen ini.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam,
Departemen Kehutanan sangat mengharapkan agar semua pihak pemangku kepentingan
orangutan dapat terus bekerjasama, berkoordinasi dan bersinergi untuk melindungi orangutan
dan habitatnya. Sekali lagi, besar harapan kita agar generasi mendatang masih akan bisa
melihat dan mengenal orangutan karena mereka masih terjaga keberadaannya di hutan-hutan
Sumatera dan Kalimantan dan tidak hanya dari film atau buku sejarah atau dari fosilnya saja.
Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Pelaksana Tugas,
ttd
I Made Subadia G.
DAFTAR ISI
Peraturan Menteri Kehutanan .................................................................................................................. iii
Kata Pengantar Menteri Kehutanan ........................................................................................................ v
Ucapan terimakasih ................................................................................................................................ vii
Daftar Isi ............................................................................................................................................... ix
Daftar Tabel ......................................................................................................................................... xi
Daftar Gambar ....................................................................................................................................... xii
Daftar Kotak ......................................................................................................................................... xii
Daftar Istilah ......................................................................................................................................... xiii
Daftar Singkatan .................................................................................................................................... xvi
I. Pendahuluan ................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Visi, Maksud dan Tujuan ........................................................................................................... 3
3
B.1. Visi ..................................................................................................................................
B.2. Maksud ............................................................................................................................ 3
B.3. Tujuan dan Sasaran .......................................................................................................... 3
II. Orangutan Saat Ini dan Yang Akan Datang ........................................................................................ 4
A. Populasi dan Habitat.................................................................................................................. 4
A.1. Orangutan Sumatera (pongo abelii) .................................................................................... 4
A.2. Orangutan Borneo (pongo pygmaeus)................................................................................. 5
B. Distribusi Geografis dan Variasi Kepadatan ................................................................................. 6
C. Kebijakan dan Aturan yang Terkait dengan Orangutan ................................................................. 7
D. Ancaman .................................................................................................................................. 8
Rescue, Rehabilitasi dan Reintroduksi .......................................................................................
E. 9
Konservasi ex-situ .....................................................................................................................
F. 11
G. Penelitian.................................................................................................................................. 11
III. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017.......................... 13
A. Strategi dan Program Pengelolaan Konservasi Orangutan ............................................................. 13
A.1 Strategi Meningkatkan pelaksanaan konservasi Insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan
orangutan di habitat aslinya ............................................................................................. 13
A.2 Strategi mengembangkan konservasi Eksitu sebagai bagian dari Dukungan Konservasi In-situ
Orangutan ...................................................................................................................... 15
A.3 Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung
konservasi Orangutan ...................................................................................................... 16
B. Strategi dan Program Aturan dan Kebijakan ............................................................................... 18
B.1 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konservasi daerah berdasarkan
karakteristik Ekosistem, Potensi, Tata Ruang Wilayah, Status Hukum dan Kearifan Masyarakat 18
B.2 Strategi Meningkatkan Implementasi dan Menyempurnakan Berbagai Peraturan Perundangan
untuk Mendukung Keberhasilan Konservasi Orangutan................................................... 19
C. Strategi dan Program Kemitraan dan Kerjasama dalam Mendukung Konservasi Orangutan Indonesia 20
C.1 Strategi Meningkatkan dan Memperluas Kemitraan Antara Pemerintah, Swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, dan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Kegiatan Konservasi
Orangutan Indonesia ......................................................................................................... 20
C.2 Strategi Mengembangkan Kemitraan lewat pemberdayaan Masyarakat ............................. 21
C.3 Strategi Menciptakan dan Memperkuat Komitmen, Kapasitas dan Kapabilitas Pihak Pelaksana
Konservasi Orangutan di Indonesia ...................................................................................... 22
D. Strategi dan Program Komunikasi dan Penyadartahuan Masyarakat untuk Konservasi Orangutan di
Indonesia ................................................................................................................................ 22
E. Pendanaan untuk Mendukung Konservasi Orangutan ................................................................... 23
IV. Monitoring dan Evaluasi Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 ................ 25
A. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Pengelolaan Konservasi Orangutan ......................... 25
B. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Aturan dan Kebijakan............................................. 28
C. Monitoring dan Evaluasi Strategi Program Kemitraan dan Kerjasama Dalam Mendukung Konservasi
Orangutan Indonesia ................................................................................................................. 30
D. Monitoring dan Evaluasi Strategi Program Komunikasi dan Penyadartahuan Masyarakat untuk
Konservasi Orangutan ............................................................................................................... 32
E. Monitoring dan Evaluasi Strategi Program Pendanaan untuk Mendukung Konservasi Orangutan 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perkiraan populasi orangutan ................................................................................................. 5
Tabel 2 Perkiraan luas habitat dan jumlah orangutan di Sumatera ......................................................... 6
Tabel 3 Perkiraan jumlah orangutan Borneo pada blok habitat Kalimantan ............................................. 7
Tabel 4 Kebijakan dan aturan yang terkait dengan konservasi orangutan .............................................. 8
Tabel 5 Ancaman terhadap orangutan Indonesia ................................................................................. 10
Tabel 6 Program dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan Konservasi insitu sebagai kegiatan
utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya ................................................................... 16
Tabel 7 Program dan rencana aksi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan
untuk konservasi insitu Orangutan ......................................................................................... 17
Tabel 8 Program dan rencana aksi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan ... 19
Tabel 9 Strategi meningkatkan implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan
untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan ............................................................. 20
Tabel 10 Program dan Rencana Aksi meningkatkan implementasi dan Menyempurnakan Berbagai Peraturan
Perundangan Untuk Mendukung keberhasilan konservasi Orangutan ...................................... 21
Tabel 11 Program dan rencana aksi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi
orangutan Indonesia .............................................................................................................. 23
Tabel 12 Program dan rencana aksi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat ............. 23
Tabel 13 Program dan rencana aksi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas
pihak pelaksana konservasi orangutan Indonesia ..................................................................... 24
Tabel 14 Program dan rencana aksi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku
kepentingan untuk meningkatkan Komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi
orangutan Indonesia ............................................................................................................. 25
Tabel 15 Program dan rencana aksi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, LSM serta
mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi
orangutan Indonesia ............................................................................................................. 26
Tabel 16 Monitoring dan evaluasi strategi dan program pengelolaan konservasi orangutan ....................... 27
Tabel 17 Monitoring dan evaluasi strategi dan program aturan dan kebijakan ........................................... 30
Tabel 18 Monitoring dan evaluasi strategi dan program kemitraan dan kerjasama dalam mendukung
konservasi orangutan Indonesia .............................................................................................. 32
Tabel 19 Monitoring dan evaluasi strategi dan program komunikasi dan penyadartahuan masyarakat untuk
konservasi orangutan ............................................................................................................. 34
Tabel 20 Monitoring dan evaluasi strategi dan program pendanaan untuk mendukung konservasi orangutan 35
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Distribusi Orangutan di dunia .................................................................................... 1
2. Gambar 2 Orangutan Sumatera ................................................................................................ 1
3. Gambar 3 Orangutan Kalimantan Tengah .................................................................................. 1
4. Gambar 4 Distribusi penyebaran Orangutan Kalimantan 1930-2004 ............................................. 2
5. Gambar 5 Distribusi Orangutan Sumatera ................................................................................. 5
6. Gambar 6 Distribusi Orangutan Borneo ..................................................................................... 6
DAFTAR KOTAK
1. Kotak 1 BMP .......................................................................................................................... 11
2. Kotak 2 Penelitian jangka panjang harus berkelanjutan .............................................................. 13
DAFTAR ISTILAH
Alluvial adalah tanah yang baru terbentuk/masih muda dengan tingkat kesuburan yang tinggi (biasanya dari
muntahan gunung berapi)
Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami
Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah
mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan
penelitian dan pendidikan
Credit union adalah sebuah institusi keuangan simpan pinjam (a cooperative depository financial institution whose
members can obtain loans from their combined savings)
Data base adalah Sistem pangkalan data
Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati
maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi
Eksitu adalah upaya konservasi di luar habitat alaminya
Epidemik adalah kasus penyakit baru pada populasi dan dalam periode tertentu
Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami
Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Identifikasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengenal jenis, keadaan umum, status populasi dan
tempat hidupnya yang dilakukan di dalam habitatnya
Insitu adalah upaya konservasi di dalam habitat alaminya.
Inventarisasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya mengetahui kondisi dan status populasi secara lebih rinci serta
daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar habitatnya maupun di lembaga konservasi.
Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut species atau anak-anak jenis yang secara ilmiah
disebut sub-species baik di dalam maupun di luar habitatnya.
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kawasan Konservasi Daerah adalah kawasan konservasi yang ditetapkan melalui peraturan daerah, dan bukan di
dalam atau sama dengan kawasan konservasi yang sudah ada
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan (UU Tata Ruang).
Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kebun binatang adalah tempat di mana hewan dipelihara dalam lingkungan buatan serta dipertunjukkan kepada
publik
Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu.
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya
Konversi adalah perubahan penggunaan lahan menjadi peruntukan lain
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa di luar
habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah
Menteri Kehutanan adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan
Micro finance adalah kredit usaha kecil
Monitoring (pemantauan) adalah proses pemantauan pelaksanaan rencana kerja
Multistakeholder atau para pemangku kepentingan adalah individu atau lembaga yang memiliki kepentingan dalam
mengerjakan dan atau terlibat kepada sesuatu aktivitas
Pandemik adalah penyakit yang menyebar pada kawasan-kawasan tertentu pada saat bersamaan
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang
Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa agar tidak punah
Populasi adalah kelompok individu dari jenis tertentu di tempat tertentu yang secara alami dan dalam jangka
panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara dinamis sesuai dengan
kondisi habitat beserta lingkungannya
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya
Red list adalah daftar merah spesies-spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh Badan Konservasi Dunia
Rehabilitasi adalah proses perlakuan medis hingga mereka sehat kembali dan agar mereka dapat belajar serta
mengasah kemampuan hidup di alam agar dapat hidup mandiri di habitat alaminya kelak
Reintroduksi adalah pelepasliaran satwa hasil rehabilitasi ke habitat alam asal spesies tersebut
Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai
sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas
Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau
keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan)
dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara
keseluruhan membentuk ekosistem
Studbook adalah buku data informasi status, kondisi, sejarah hidup hewan yang terdapat di kebun binatang, taman
safari, pusat rehabilitasi
Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi
yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi
Taman Safari adalah adalah tempat wisata keluarga yang berwawasan lingkungan dan berorientasi habitat satwa
pada alam bebas
Translokasi adalah proses pemindahan orangutan liar sehat dari habitatnya yang rusak ke habitatnya yang baru,
yang lebih aman dan lebih baik
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang
DAFTAR SINGKATAN
APAPI Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata KSA Kawasan Suaka Alam
Indonesia LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
ASEAN WEN ASEAN Wildlife Enforcement Network MoU Memorandum of Understanding
APL Areal Penggunaan Lain NAD Nanggroe Aceh Darussalam
Baplan Badan Planologi Kehutanan OCSP Orangutan Conservation Service
Bappeda Badan Perencana dan Pembangunan Program
Daerah OFI Orangutan Foundation International
Bappenas Badan Perencana dan Pembangunan OF-UK Orangutan Foundation-UK
Nasional
Pemda Pemerintah daerah
BKSDA Balai Konservasi Sumberdaya Alam
Permenhut Peraturan Menteri Kehutanan
BMP Better Management Practices (Petunjuk
PSSP Pusat Studi Satwa Primata
Teknis Penanganan)
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi
BOSF Borneo Orangutan Survival Foundation
Alam
BPDAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Population and Habitat Viability
PHVA
BPK Bina Produksi Kehutanan Assessment
CBSG Conservation Breeding Specialist Group PKBSI Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia
CI Conservation International
RSPO Roundtable on Sustainable Palm Oil
CITES Convention on International Trade of
Endangered Species of Wild Fauna and RKT Rencana Kerja Tahunan
Flora / Perjanjian Perdagangan
RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Internasional Spesies Terancam Punah
(Province Spatial Plan)
CSR Corporate Social Responsibility- Program
SD Sekolah Dasar
pemberdayaan masyarakat dari
SDA Sumber Daya Alam
perusahaan
SIV Simmian Immunodeficiency Virus
DitKesWan Direktorat Kesehatan Hewan
SMP Sekolah Menengah Pertama
DNA Deoxy-ribonucleic Acid
SOP Standard Operating Procedures (Protap)
FFI Fauna and Flora International
SOCP Sumatran Orangutan Conservation
FGD Focus Group Discussion
Program
FKH Fakultas Kedokteran Hewan
TNC The Nature Conservancy
GRASP Great Apes Survival Project
TNGL Taman Nasional Gunung Leuser
HCVF High Conservation Value Forest (Hutan
UU Undang-undang
yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi)
UGM Universitas Gajah Mada
HIV Human Immunodeficiency Virus
UNEP United Nations Environmental Program
HTI Hutan Tanaman Industri
UNESCO United Nations Educational, Scientific
HPH Hak Pengusahaan Hutan
and Culture Organization
HGU Hak Guna Usaha (Land cultivation
UPT Unit Pelaksana Teknis
rights)
USAID United States Agency for International
IPB Institut Pertanian Bogor
Development
IUCN International Union for Conservation and
UU Undang-Undang (Regulation)
Natural Resources
WCS Wildlife Conservation Society
JPL Jaringan Pendidikan lingkungan
WWF World Wide Fund for Nature
KBNK Kawasan Budidaya Non Kehutanan
Yayorin Yayasan Orangutan Indonesia
KKD Kawasan Konservasi Daerah
KPA Kawasan Pelestarian Alam
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di
Asia, sementara tiga kerabatnya, yaitu; gorila, simpanse, dan
bonobo hidup di Afrika. Kurang dari 20.000 tahun yang lalu
orangutan dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari Pulau
Jawa di ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan Himalaya
dan Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis kera besar itu
hanya ditemukan di Sumatera dan Borneo (Kalimantan), 90%
berada di Indonesia (Gambar 1). Penyebab utama mengapa
terjadi penyempitan daerah sebaran adalah karena manusia dan
Gambar 1. Distribusi Orangutan di Dunia
orangutan menyukai tempat hidup yang sama, terutama dataran
alluvial di sekitar daerah aliran sungai dan hutan rawa gambut. Pemanfaatan lahan tersebut untuk aktivitas
sosial, ekonomi, dan budaya manusia umumnya berakibat fatal bagi pihak orangutan.
Para ahli primata saat ini sepakat untuk menggolongkan orangutan
yang hidup di Sumatera sebagai Pongo abelii (Gambar 2) yang
berbeda dari Pongo pygmaeus (Gambar 3) yang menempati hutan-
hutan dataran rendah di Borneo. Dibandingkan dengan kerabatnya di
Borneo, orangutan sumatera menempati daerah sebaran yang lebih
sempit. Orangutan di Sumatera hanya menempati bagian utara pulau
itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di
Tapanuli Selatan. Sementara itu, di Borneo orangutan dapat
ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh hutan dataran Foto : Jef Oonk
Gambar 2. Orangutan Sumatera
rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei
Darussalam. Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus
yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang
ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio,
yang tersebar mulai dari Sabah sampai ke selatan mencapai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
Orangutan dapat dijadikan ‘umbrella species’ (spesies payung) untuk
meningkatkan kesadaran konservasi masyarakat. Kelestarian
orangutan menjamin kelestarian hutan yang menjadi habitatnya,
sehingga diharapkan kelestarian makhluk hidup lain ikut terjaga pula.
Sebagai pemakan buah, orangutan merupakan agen penyebar biji
yang efektif untuk menjamin regenerasi hutan. Orangutan juga
sangat menarik dari sisi ilmu pengetahuan karena kemiripan karakter
biologi satwa itu dengan manusia. Sebagai satu-satunya kera besar
yang hidup di Asia, orangutan memiliki potensi menjadi ikon
pariwisata untuk Indonesia. Foto : Wahyu Susanto
Gambar 3. Orangutan Kalimantan Tengah
Orangutan menyukai hutan hujan tropis dataran rendah sebagai
tempat hidupnya, sehingga perlindungan ekosistem tersebut sangat penting untuk menjamin kelangsungan
hidup satwa itu. Meskipun Pemerintah telah membangun sistem kawasan konservasi seluas 6,5 juta hektar di
Sumatera bagian utara dan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, upaya pengelolaan
kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan di luar taman nasional dan cagar alam tidak kalah pentingnya.
Pemanfaatan kawasan hutan, baik untuk industri kayu maupun pertanian, yang tidak memperhatikan prinsip
kelestarian lingkungan terbukti berdampak sangat buruk bagi keberadaan orangutan. Konflik yang terjadi
antara orangutan dan manusia di luar kawasan konservasi bahkan tidak jarang merugikan pihak pengusaha dan
masyarakat.
1
Penyusutan dan kerusakan kawasan hutan dataran rendah yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan selama
sepuluh tahun terakhir telah mencapai titik kritis yang dapat membawa bencana ekologis skala besar bagi
masyarakat. Bagi orangutan, kerusakan kawasan hutan telah menurunkan jumlah habitat orangutan sebesar 1-
1,5% per tahunnya di Sumatera. Jumlah kehilangan habitat di Kalimantan yaitu 1,5-2% per tahunnya, lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Sumatera. Kerusakan hutan dan habitat orangutan di Kalimantan (Gambar 4)
menyebabkan distribusi orangutan menjadi terfragmentasi di kantong kantong habitat (Revisi PHVA 2004).
Nasib orangutan juga diperburuk dengan ancaman perburuan untuk dijadikan satwa peliharaan, bahkan sebagai
sumber makanan bagi sebagian masyarakat. Kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut telah
menempatkan orangutan sumatera ke dalam kategori kritis/sangat terancam punah (critically endangered) di
dalam daftar merah IUCN (2007), sebuah badan dunia yang memantau tingkat keterancaman jenis secara
global. Meskipun orangutan di Kalimantan ditempatkan pada posisi terancam punah/endangered, tidak berarti
masa depan primata itu lebih cerah dibandingkan kerabatnya di Sumatera. Hanya tindakan segera dan nyata
dari semua pemangku kepentingan untuk melindungi orangutan di kedua pulau tersebut yang dapat
menyelamatkan satu-satunya kera besar Asia dari ancaman kepunahan.
Kondisi orangutan yang sangat
memprihatinkan telah
mendorong para peneliti, pelaku
konservasi, pemerintah, dan
pemangku kepentingan lainnya
untuk mencari solusi terbaik yang
dapat menjamin keberadaan
primata itu di tengah upaya
negara menyejahterakan
masyarakatnya. Serangkaian
Gambar 4. Distribusi Penyebaran Orangutan Kalimantan 1930-2004
pertemuan untuk menyusun
strategi konservasi berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian
Populasi dan Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan
dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara, pada September 2005, dan di Pontianak,
Kalimantan Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir
menyertakan pula pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri perkayuan,
perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan
antara berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah
menghasilkan serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk melestarikan
orangutan.
Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen
PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi Peneliti dan Ahli Primata Indonesia (APAPI), serta didukung oleh
Orangutan Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir rekomendasi dari
pertemuan Berastagi dan Pontianak dan Samarinda melalui pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di
Jakarta 6 Novermber 2007, FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di
Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21 November 2007 ke dalam suatu Strategi dan Rencana
Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai
pihak yang berperan serta menghasilkan seluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses yang
terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target konservasi sejak rekomendasi aksi
dicanangkan, selain sebagai upaya memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian
proses ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan semua pihak, sehingga
dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya
akan menjadi lebih baik dari saat ini.
2
B. Visi, Maksud dan Tujuan
B.1. Visi
Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui kemitraan
para pihak.
B.2. Maksud
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun sebagai upaya merumuskan kesepakatan
para pihak ke dalam serangkaian rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan
populasi orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
B.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan adalah sebagai acuan bagi para pihak
untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan
yang tidak mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di alam menjadi
lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin dicapai sampai tahun 2017 adalah :
1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat dipertahankan atau dalam kondisi
stabil.
2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat diselesaikan pada 2015.
3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan kalimantan pada habitat alamnya
meningkat
4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan menerapkan tata kelola yang
menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam.
5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan orangutan di alam meningkat.
3
II. ORANG UTAN SAAT INI DAN YANG AKAN DATANG
Lokakarya Pengkajian Status Populasi dan Habitat (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA) yang
diselenggarakan pada Januari 2004 lalu memberikan gambaran terkini tentang sebaran dan status populasi
orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Perkiraan ukuran populasi orangutan Sumatera dan Kalimantan dapat dilihat
pada Tabel 1. Jumlah populasi orangutan Sumatera jauh berada di bawah kerabatnya di Borneo (Kalimantan, Sabah
dan Serawak). Lokakarya tersebut juga menampilkan ukuran populasi orangutan Borneo yang lebih besar
dibandingkan dengan berbagai laporan sebelumnya. Hal itu hendaknya tidak dipandang sebagai keberhasilan upaya
konservasi, tetapi lebih karena perbaikan metode survei yang didukung oleh teknologi penginderaan jauh (remote
sensing) yang lebih canggih.
Tabel 1. Perkiraan populasi orangutan
Lokasi Perkiraan Jumlah
Sumatera 6667
Borneo
1. Sabah 11017
2. Kalimantan Timur 4825
3. Kalimantan Tengah >31300
4. Kalimantan Barat and Sarawak 7425
54567
Total Borneo
61234
Total Populasi Liar
Sumber : (revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft)
Para peneliti yang melaporkan hasil survei mereka di Lokakarya PHVA 2004 sepakat bahwa kerusakan dan
fragmentasi hutan tropis dataran rendah merupakan penyebab utama penyusutan populasi orangutan yang sangat
drastis di berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Fragmentasi hutan telah membagi populasi orangutan di
Sumatera ke dalam sebelas kantong populasi dengan ukuran yang berbeda-beda. Di antara kesebelas blok habitat
itu hanya tiga blok dilaporkan mempunyai populasi lebih dari 500 individu, yang merupakan ukuran minimum untuk
menjamin keberlanjutan populasi orangutan. Para peneliti berpendapat bahwa hanya pada ukuran populasi seperti
itu orangutan mempunyai kekayaan genetik yang cukup untuk membantunya menghadapi berbagai tantangan
perubahan lingkungan. Sebaliknya, populasi yang berukuran kurang dari 500 individu akan menjadi sangat rentan
terhadap berbagai risiko kepunahan, jika tidak dibantu dengan upaya perlindungan dan pengelolaan populasi.
A. Populasi dan Habitat
Orangutan Sumatera, Pongo abelii
1.
Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya
ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi
Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan
sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada
di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan
hutan-hutan di Batang Toru Barat. Peta sebaran
orangutan sumatera yang merupakan kompilasi terkini
para peneliti disajikan pada Gambar 5 (sumber: Wich,
dkk draft).
Batangatoru
Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di
Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052
individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi
Gambar 5. Distribusi Orangutan Sumatera
lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam
jangka panjang (viable) terdapat di Batang Toru,
5
Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu. Data ukuran populasi orangutan di berbagai blok
habitat di Sumatera selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkiraan luas habitat dan jumlah orangutan di Sumatera
Perkiraan Habitat
Hutan Primer
Jumlah Orangutan
No Unit Habitat Blok Habitat
(km2)
(km2)
Orangutan
1. Seulawah 43 Seulawah 103 85
2. Aceh Tengah Barat 103 Beutung ( Aceh Barat) 1297 261
Inge 352 10
3. Aceh Tengah Timur 337 Bandar-Serajadi 2117 555
4. Leuser Barat 2508 Dataran Tinggi Kluet (Aceh Barat Daya) 1209 934
G. Leuser Barat 1261 594
Rawa Kluet 125 125
G. Leuser/Demiri Timur 358 273
Mamas-Bengkung 1727 621
5. Sidiangkat 134 Puncak Sidiangkat/Bukit. Ardan 303 186
6. Leuser Timur 1052 Tamiang 1056 375
Kapi and Hulu Lesten 592 220
Lawe Sigala-gala 680 198
Sikundur-Langkat 1352 674
7. Tripa Swamp 280 Rawa Tripa (Babahrot) 140 140
8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725
9. Rawa Singkil Timur 160 RawaSingkil Timur 80 80
10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600
11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375
Total 6667 14452 7031
Sumber : PHVA 2004 dan revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft.
Orangutan Borneo, Pongo pygmaeus
A.2.
Orangutan di Borneo sebagian besar mendiami hutan
dataran rendah dan hutan rawa di Sabah, bagian barat
daya Sarawak, Kalimantan Timur, serta bagian barat daya
Kalimantan, antara Sungai Kapuas dan Sungai Barito
(Gambar 6; sumber Wich, dkk draft). Para ahli mengamati
adanya perbedaan yang cukup nyata di antara populasi
orangutan di Borneo. Oleh karenanya, populasi orangutan
borneo disepakati dibedakan menjadi tiga (3) kelompok
geografi atau anak jenis, yaitu:
Pongo pygmaeus pygmaeus, di bagian Barat
o
Laut Kalimantan, yaitu utara dari Sungai Kapuas
sampai ke Timur Laut Sarawak;
Gambar 6. Distribusi Orangutan Borneo
Pongo pygmaeus wurmbii, di bagian Selatan
o
dan Barat Daya Kalimantan, yaitu antara sebelah
Selatan Sungai Kapuas dan Barat Sungai Barito; serta
Pongo pygmaeus morio, di Sabah sampai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
o
Populasi terbesar (sekitar 32.000 individu) dijumpai di hutan gambut di sebelah Utara Sungai Kapuas.
Tetapi populasi tersebut tidak berada di dalam sebuah habitat yang berkesinambungan, melainkan tersebar
ke dalam berberapa kantong habitat dengan ukuran populasi yang berbeda-beda. Populasi orangutan ini
sangat terkait dengan perubahan hutan di Kalimantan. Kerusakan hutan yang cukup tinggi di Kalimantan
menyebabkan banyak habitat orangutan yang hilang. Perkiraan jumlah orangutan borneo di berbagai
lokasi dapat dilihat pada Tabel 3.
6
Tabel 3. Perkiraan jumlah orangutan Borneo pada blok habitat Kalimantan
No. Sub Spesies dan Nama Lokasi Area (km2) Perkiraan Populasi
Orangutan
Pongo pygmaeus pygmaeus
A.
1 Batang Ai (Sarawak) 240 119–580
2 Lanjak Entimau (Sarawak) 1688 1024-1181
3 Betung Kerihun 4500 1330–2000
4 Danau Sentarum 1090 500
5 Rawa Kapuas Hulu (Selatan Sungai Kapuas, utara Melawi) T? ?
Total 3000–4500 <7500
Pongo pygmaeus wumbii
1 Gunung Palung 900 2,500
2 Bukit Baka 350 175
3 Bukit Rongga & Parai 4200 1000
4 Tanjung Puting 4150 6000
5 Lamandau 760 1200
6 Mawas 5010 3500
7 Sebangau 5780 6900
8 Ketingan 2800 3000
9 Rungan Kahayan 2000 1000
10 Arut Belantikan 5100 6000
11 Seruyan 3000 1000
12 Bukit Raya 500 500
13 Sei. Kahayan & Sei. Sambah 1500 1000
14 Sei. Sambah & Sei Katingan 1000 500
15 Sebangau Kahayan 700 700
16 Kahayan Kapuas 4000 300
17 Tanjung Keluang 2000 200
18 Cagar Alam Pararaum 500 >500
19 Cagar Alam B.Spt >2,000 >500
Total >34975 >46250
Pongo pygmaeus morio
C
1 Taman Nasional Kutai 750 600
2 DAS Lesan (termasuk Hutan Lindung Sungai Lesan) 500 400
3 DAS Kelai (incl. Gunung Gajah, Wehea, dan beberapa areal 4000 2500
HPHs
4 Sangatta – Bengalon & Muara Wahau sangat 175
terfragmentasi
5 DAS Segah 3500 100
6 Samarinda, Muara Badak, Marang Kayu 300+ 200
7 Pegunungan Kapur Sangkulirang/Mangkalihat 1,500 750
8 Rawa Sebuku/Sembakung 500 100
Total 10750 4825
Sumber : PHVA dan revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft
B. Distribusi Geografis dan Variasi Kepadatan
Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran
rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan
nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas
permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan
pada 1.000 m dpl.
Kepadatan orangutan, baik di Sumatera maupun di Kalimantan, menurun drastis dengan bertambahnya
ketinggian dari atas permukaan laut. Meskipun ada laporan yang menyatakan individu jantan soliter
Sumatera dapat ditemukan sampai ketinggian 1.500 m dpl, sebagian besar populasi orangutan dijumpai
jauh di bawah ketinggian itu, yaitu di hutan rawa dan dataran rendah. Sayangnya, tipe-tipe hutan itulah
7
yang menjadi target utama pembangunan industri kehutanan dan pertanian, sehingga tidak mengherankan
jika konflik antara manusia dan orangutan juga paling sering terjadi di sana.
Distribusi orangutan lebih ditentukan oleh faktor ketersediaan pakan yang disukai daripada faktor iklim.
Orangutan termasuk satwa frugivora (pemakan buah), walaupun primata itu juga mengkonsumsi daun,
liana, kulit kayu, serangga, dan terkadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat
lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur dan hewan kecil yang menjadi pakan orangutan.
Kepadatan orangutan di Sumatera dan Kalimantan bervariasi sesuai dengan ketersediaan pakan. Densitas
paling tinggi terdapat di daerah dataran banjir (flood-plain) dan hutan rawa gambut. Di Borneo terdapat 4
lokasi yang memiliki densitas rata-rata 2,9 ± 0,5 individu per Km2 . Sementara itu, di Sumatera terdapat
3 lokasi dengan densitas rata-rata 6,2 ± 1,4 individu per Km2. Daerah alluvial merupakan daerah dengan
densitas tertinggi kedua, dengan 6 lokasi di Borneo yang memiliki rata-rata densitas 2,3 ± 0,8 individu
per Km2 , dan 3 lokasi di Sumatera dengan rata-rata densitas 3,9 ± 1,4 individu per Km2. Di hutan
perbukitan, orangutan ditemukan dalam densitas yang jauh lebih rendah dibandingkan kedua tipe hutan
yang telah disebutkan sebelumnya (di Borneo rata-rata densitas 0,6 ± 0,4 individu per Km2 dan di
Sumatera rata-rata 1,6 ± 0,5 individu per Km2).
C. Kebijakan dan Aturan Yang Terkait Dengan Orangutan
Salah satu undang-undang yang sangat penting adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, termasuk turunannya yaitu Peraturan Pemerintah
No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar.
Tabel 4. Kebijakan dan aturan yang terkait dengan konservasi orangutan
No Perundangan/Kebijakan Cakupan aspek keanekaragaman hayati/Orang Utan
UMUM

1 UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Menekankan pada usaha perlindungan seperti
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya beserta perlindungan sistem penyangga, pengawetan
PP N0.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan keanekaragaman jenis, aktivitas apa saja yang dilarang
dan Satwa dan apa sanksi-sanksinya. UU ini juga memberikan uraian
tentang kawasan suaka alam, peran serta masyarakat dan
kawasan pelestarian. Penekanan lebih pada kawasan
konservasi daratan.
• Tidak mengatur pengelolaan keanekaragaman genetik.

2 UU No 24/1992 Tentang Penataan Ruang beserta Pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya dan alih
Keppres No 32/1990 tentang kawasan lindung, fungsi
Diperbaharui dengan UU No. 26/2007 tentang • Pengelolaan kawasan lindung
Penataan Ruang.
• Keppres No 32/1990 memberikan wewenang kepada
pemda untuk menetapkan kawasan lindung tetapi tidak
untuk mengelolanya
UU No 5/1994 tentang Pengesahan United Nations •
3 Mengatur konservasi dan pemanfaatan lestari, pembagian
Convention on Biological Diversity keuntungan yang adil dan alih teknologi
• Mengatur perlindungan pengetahuan tradisional dan
keamanan hayati

4 UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Mengatur asas, tujuan dan sasaran pengelolaan
Hidup lingkungan hidup di Indonesia, hak kewajiban dan peran
masyarakat, wewenang pengelolaan lingkungan hidup,
pelestarian fungsi lingkungan hidup, persyaratan penataan
lingkungan hidup, pengawasan, sanksi administrasi, audit
lingkungan, penyelesaian sengketa lingkungan hidup.

5 UU No 25/2000 tentang Program Pembangunan Mencakup rencana pengelolaan berbagai ekosistem, tetapi
Nasional (PROPENAS 2000 – 20004) tidak menyebutkan secara spesifik keanekaragaman
hayati
8
No Perundangan/Kebijakan Cakupan aspek keanekaragaman hayati/Orang Utan

6 Tap MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Merupakan landasan peraturan perundangan mengenai
Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam pembaharuan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam

7 UU 32/2004 tentang Pemerintahan daerah dan UU Mengatur desentralisasi kewenangan kepada pemerintah
No. 33/th 2004 tentang perimbangan keuangan daerah, termasuk pengelolaan sumberdaya alam
antara pemerintah dan daerah
• Mengatur pembagian dana pembangunan antara pusat
dan daerah, termasuk pendapatan dari pemanfaatan
sumberdaya alam

8 UU No 14/2000 tentang Paten Mengatur hak paten, termasuk atas bahan
hayati/mahluk hidup
• Perlindungan paten tidak diberikan apabila objek paten
bertentangan dengan azas lingkungan hidup dan
kesesusilaan.

9 Agenda 21 Nasional, 1997 KLH melalui proses Bab 16 berkaitan langsung dengan pengelolaan
konsultasi terbatas keanekaragaman hayati

10 Inisiatif perumusan RUU Pengelolaan Sumberdaya Usulan mengatur pengelolaan semua sumberdaya alam
Alam (RUU PSDA) di bawah satu payung kebijakan, sebagai perwujudan
TAP MPR No.IX/2001
• Mengatur mekanisme konsultasi publik
SEKTORAL

1 UU No 41/1999 tentang Kehutanan; Mengatur fungsi, perencanaan dan pengelolaan hutan,
termasuk peran masyarakat luas
Sudah diperbarui dengan Perpu No 1 tahun 2004
• Lebih mengatur perlindungan hutan sebagai kawasan
dan ditetapkan menjadi UU No.19 Tahun 2004
dibandingkan sebagai ekosistem
tentang kehutanan

2 Keppres No 43/1978, Ratifikasi CITES Pembatasan, pelarangan dan pemantauan terhadap
jenis flora dan fauna terutama yang terancam punah
Institusi: Dephut sebagai otoritas pengelola, LIPI
sebagai otoritas ilmiah

3 Keppres No 48/1991 tentang Pengesahan Konvensi Ketentuan tentang konservasi lahan basah
Lahan Basah (Ramsar) :Institusi : Dephut dan KLH • Menentukan situs lahan basah yang mempunyai
kepentingan internasional

4 Inisiatif perumusan RUU Pelestarian dan Berupaya mengatur akses pada sumberdaya genetis dan
Pemanfaatan Sumberdaya Genetis pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya
genetis
• Pemberantasan kejahatan kehutanan dengan peradilan
5 RUU Pembalakan Liar
khusus.
• Percepatan proses penyidikan dan peradilan
• Perubahan alur proses penyidikan dan pemberkasan
• Sangsi pidana minimal
• Definisi pelaku yang lebih rinci dibanding KUHPidana
• Penguatan peran penyidik sipil
• Instruksi kepada 18 institusi negara untuk melakukan
6 Inpres No. 4/2005 tentang percepatan
tindakan sesuai dengan kewenangan dan memberikan
pemberantasan pembalakan liar
prioritas pada upaya pemberantasan pembalakan liar
Dibentuknya satuan kerja nasional (national task force)

yang terdiri dari pejabat eselon I dari seluruh instansi
yang diberikan instruksi dibawah koordinasi Menko
Politik Hukum dan Keamanan
• Dibentuknya tim koordinasi, monitoring dan evaluasi
sebagai unit kerja dari task force yang anggotanya
gabungan antara pejabat pemerintah dan LSM.
D. Ancaman
Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi
ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Selama periode tahun 1980-1990, hutan Indonesia telah
berkurang akibat konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman, kebakaran hutan, serta
praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan
9
desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan
laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan
pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.
Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2001, sebagian tanggungjawab
pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemberian izin HPH 100 Ha yang terjadi
pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu
perencanaan tata guna lahan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi
sumberdaya alam. Ini terlihat dari meningkatnya jumlah pengusahaan hutan dan izin konversi hutan.
Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi area penggunaan lain (APL) yang dilakukan tanpa mentaati
peraturan perundangan yang berlaku berperan sangat besar terhadap penyusutan populasi dan habitat
orangutan. Perubahan penggunaan lahan umunya tidak mempertimbangkan faktor ekologi dan konservasi.
Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah mengidentifikasi berbagai ancaman yang
berpotensi meningkatkan risiko kepunahan orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Hasil dialog dengan
berbagai pihak yang hadir di kedua pertemuan tersebut juga menyepakati berbagai intervensi yang harus
dilakukan untuk menyelamatkan orangutan. Ringkasan jenis dan tingkatan ancaman yang teridentifikasi oleh
para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi dan Pontianak dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Ancaman Terhadap Orangutan Indonesia
No Ancaman Tingkat Dampak Utama Kemungkinan Pengelolaan
Ancaman
• Mencegah migrasi ke Taman Nasional
1 Tekanan populasi Sedang Degradasi sumberdaya,
penduduk kepunahan spesies • Membatasi/ mengatur pemanfaatan
khususnya akibat sumberdaya,
perburuan, peningkatan
• Membuat insentif untuk pindah keluar
erosi, gangguan siklus
• Mengurangi perambahan
hidrologi
Perubahan Landuse • Melarang perubahan lahan (landuse) yang
2 Tinggi Degradasi dan kerusakan
– tata guna lahan sumberdaya, kepunahan jadi habitat orangutan
spesies, kehilangan fungsi • Penyediaan alternatif mata pencaharian
hutan
• Mendorong ada perda yang mengakomodir
ttg habitat orangutan, dengan membangun
kawasan konservasi daerah di APL
• Pendidikan konservasi
3 Kebakaran hutan Tinggi Degradasi habitat
Kematian orangutan • Pencegahan dan Penanggulangan kebakaran
• Rescue dan translokasi
• Mendorong adanya aturan yang melarang
4 Pertambangan Sedang Perubahan dan degradasi
habitat pertambangan pada kawasan yang menjadi
habitat orangutan
• Ada forum yang akan memonitor kegiatan
5 Penegakan aturan sedang Penebangan hutan dan
yang lemah perburuan tinggi penegakan aturan
• Ada aturan dan kebijakan pengelolaan
orangutan di luar kawasan konservasi
• Menyusun pedoman penebangan di areal
6 Penebangan hutan Tinggi Habitat orangutan
berkurang, perubahan yang ada orangutan
vegetasi dan penurunan • Pengembangan kawasan konservasi daerah
populasi

Tinggi Kepunahan spesies,
7 Perburuan/ Melarang perburuan
Perdagangan illegal perubahan struktur • Patroli pengamanan
komunitas
• Pendidikan
• Penyediaan alternatif ekonomi
• Penegakan aturan
E. Penyelamatan (rescue), rehabilitasi, dan reintroduksi
Peluasan kawasan pertanian, perkebunan, industri, pertambangan dan pemukiman tentu saja berdampak pada
semakin sempitnya tempat hidup dan ruang gerak orangutan di habitat alaminya. Tidak mengherankan jika
10
tingkat kejadian konflik antara manusia dan orangutan di berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan
meningkat drastis selama beberapa tahun terakhir ini.
Sampai 2007 terdapat sekitar 1.200 orangutan Kalimantan di tiga (3) pusat rehabilitasi orangutan di
Kalimantan, yaitu Wanariset-Samboja di Kalimantan Timur, serta Nyaru Menteng (Palangka Raya) dan Pasir
Panjang (Pangkalan Bun) di Kalimantan Tengah. Selain di Kalimantan, terdapat sekitar 16 orangutan sumatera
di pusat karantina Batu Mbelin, Sibolangit, Sumatera Utara. Besarnya jumlah orangutan yang berada di pusat-
pusat rehabiltasi menunjukkan bahwa ancaman perburuan, perdagangan, konversi lahan, kepemilikan illegal
orangutan masih sangat besar.
Salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konflik adalah dengan merelokasi orangutan ke lokasi
baru yang diperkirakan lebih aman dan mempunyai daya dukung yang cukup untuk menjamin keberlangsungan
populasi orangutan di tempat itu. Relokasi memerlukan biaya tidak sedikit, yang meliputi tindakan
penyelamatan di lokasi konflik (rescue), proses rehabilitasi, pencarian lokasi baru, dan pemindahan orangutan
ke tempat baru (reintroduksi). Untuk itu, diperlukan kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk mengatasi
persoalan konflik. Hal terpenting yang perlu dipahami dan disadari adalah, bahwa konflik dapat dihindari dan
dicegah dengan pengelolaan kawasan yang memperhatikan unsur ekologi dan tingkah laku orangutan (Kotak
1). Melalui pengelolaan yang tepat, seperti sistem zonasi yang dibatasi penghalang alami, pembuatan koridor,
dan pengayaan habitat, para pihak dapat menjadikan relokasi sebagai pilihan terakhir dalam upaya mereka
meredakan konflik dengan orangutan. Untuk mengetahui lebih lanjut tindakan yang perlu diambil oleh para
pengelola kawasan (pemerintah daerah, HPH, HTI, perkebunan dan pertambangan) di lokasi konflik, Peraturan
Menteri Kehutanan tentang Pedoman Penanggulangan Konflik dapat dijadikan acuan.
Kotak 1
BMP
Pengembangan Better Management Practices (BMP) atau Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan di dalam dan sekitar
perkebunan kelapa sawit (2007) didorong oleh pemikiran bahwa berbagai praktik yang menyeimbangkan faktor produksi dengan lingkungan
dan sosial di dalam dan sekitar perusahaan akan meningkatkan produktivitas perkebunan secara keseluruhan. Beberapa pendekatan dalam
BMP yang dapat diterapkan suatu perkebunan, antara lain:
HCVF: alat untuk mengidentifikasi High Conservation Values pada tingkat bentang alam dan perkebunan untuk meningkatkan

pengelolaan kebun
1. HCV 1 : Kawasan hutan yang mengandung konsentrasi nilai-nilai keragaman hayati yang penting secara global, regional
maupun nasional (misal daerah endemik, spesies terancam punah)
2. HCV 2 : Kawasan hutan yang mengandung hamparan hutan luas yang penting secara nasional, regional dan global
terkandung di dalamnya atau mengandung unit yang dikelola (UD), dimana populasi dari spesies yang ada hidup dalam
pola yang alami atau dalam distribusi yang alami dan berlimpah.
3. HVC 3 : Kawasan hutan berada dalam atau mengandung ekosistem yang langka atau terancam
4. HVC 4 : Kawasan hutan yang memberikan jasa atau kegunaan mendasar secara alamiah dalam keadaan kritis
HCV 5 : Kawasan Hutan yang sangat diperlukan sebagai sumber kebutuhan dasar penduduk lokal
5.
6. HCV 6 : Daerah hutan yang sangat diperlukan oleh komunitas lokal untuk mempertahankan identitas budaya mereka
• Resolusi konflik manusia dengan hidupan liar : pedoman untuk penetapan dan atau pemeliharaan koridor bagi hidupan liar,
kawasan bantaran sungai atau hutan
• Restorasi dan konservasi habitat: mengkonservasi kawasan hutan yang berada di dalam kawasan perkebunan untuk
meningkatkan keanekaragaman hayatinya. Hal ini termasuk kawasan yang diklasifikasikan sebagai tidak sesuai bagi perkebunan
kelapa sawit
• Resolusi dan pencegahan konflik tanah/ulayat: mengidentifikasi potensi resolusi bila terjadi konflik dengan masyarakat setempat
Tanpa bakar (zero burning): teknik penyiapan lahan yang tidak menimbulkan kebakaran

Sebagian besar orangutan yang berada pada pusat rehabilitasi berasal dari proses penyitaan yang dilakukan
Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA) terhadap masyarakat yang memelihara dan memperjualbelikan
satwa itu. Selain itu, dengan meningkatnya konflik yang terjadi semakin banyak pula orangutan yang
diselamatkan dari lokasi konflik dan ditempatkan di pusat rehabilitasi. Sebagian kecil lainnya berasal dari
masyarakat yang menyerahkan secara sukarela orangutan peliharaannya, setelah mereka mengetahui bahwa
kepemilikan satwa liar yang dilindungi itu merupakan tindakan melanggar hukum, selain berpotensi menjadi
sumber penyakit bagi keluarga.
IUCN Guidelines for the Placement of Confiscated Animals merekomendasikan tiga pilihan yang dapat
diterapkan terhadap orangutan hasil penyitaan atau hasil proses rescue dari daerah konflik. Pilihan terbaik
adalah dengan mengembalikan orangutan ke habitat alaminya atau reintroduksi, setelah satwa tersebut
melewati proses rehabilitasi untuk memulihkan kondisi fisik dan tingkah lakunya. Rehabiltasi menjadi proses
11
yang sangat penting mengingat banyak orangutan hasil penyitaan dan penyelamatan menderita berbagai
penyakit menular, seperti hepatitis B dan tuberkulosis (TBC), yang dapat berdampak buruk bagi populasi liar
lainnya. Akan tetapi, program rehabilitasi memerlukan biaya yang besar dan bukan menjadi pilihan yang
berkelanjutan untuk jangka panjang. Oleh karenanya, program penyadartahuan dan penegakan hukum tetap
merupakan upaya preventif terpenting dalam konservasi orangutan.
Pilihan lain yang direkomendasikan oleh IUCN adalah melakukan euthanasia terhadap orangutan hasil
penyelamatan dan penyitaan yang diketahui menderita penyakit TBC akut yang tidak dapat disembuhkan.
Rekomendasi itu dikeluarkan oleh The Veterinary Working Group dan the Rehabilitation and Reintroduction
Group pada Orangutan Conservation and Reintroduction Workshop tahun 2002 sebagai pilihan untuk
mengurangi risiko penularan penyakit kepada populasi orangutan yang sehat dan manusia yang terlibat di
dalam program rehabilitasi. Tentu saja, euthanasia harus dilakukan dengan mempertimbangkan rasa sakit,
penderitaan dan menurunnya kualitas hidup orangutan, serta setelah semua alternatif lain diputuskan tidak
dapat dijalankan.
F. Konservasi eksitu
Jumlah orangutan yang berada di kebun binatang atau taman margasatwa dan taman safari di Indonesia pada
tahun 2006 sebanyak 203 individu (Laporan Seksi Lembaga Konservasi, 2007). Standar operasional minimum
untuk kebun binatang (zoo minimum operating standards) di Indonesia telah ada dan menjadi keharusan bagi
anggota PKBSI (Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia) untuk ditaati. Tetapi proses monitoring dan
evaluasi terhadap kebun binatang belum berjalan baik menyebabkan banyak anak orangutan yang dilahirkan di
sana tidak mencapai usia dewasa.
Kebun binatang dan taman safari di Indonesia diharapkan bisa lebih berperan dalam konservasi orangutan,
dengan lebih meningkatkan program pendidikan dan penyadartahuan masyarakat dan tidak berorientasi bisnis
semata. Selain itu, praktik pemeliharaan (husbandry) di seluruh kebun binatang yang ada di Indonesia perlu
ditingkatkan dan dievaluasi secara teratur oleh PKBSI dengan melibatkan para ahli untuk menjamin kualitas
pelaporan dan transparansi.
Laporan dari International Studbook of Orangutan in World Zoos (2002) mencatat 379 orangutan borneo, 298
orangutan sumatera, 174 orangutan hibrid, dan 18 orangutan yang tidak diketahui atau tidak jelas asal-usulnya
dipelihara di berbagai kebun binatang seluruh dunia. Perlu dicatat bahwa jumlah itu hanya berasal dari kebun
binatang yang memenuhi permintaan data dari pemegang studbook yang ditunjuk, sehingga ada sejumlah
orangutan lainnya tidak tercatat dan diketahui pasti jumlahnya. Selain membuat kebijakan yang mengatur
pengelolaan populasi orangutan di kebun binatang dan taman safari, pemerintah juga sebaiknya
mengembangkan sistem pendataan nasional yang diperlukan untuk memantau keberadaan populasi orangutan
di berbagai kebun binatang dan taman safari di Indonesia.
G. Penelitian
Banyak temuan dan perkembangan baru yang berkaitan dengan studi kedokteran hewan, genetika, penelitian
perilaku dan ekologi primata telah dihasilkan para peneliti Indonesia dan mancanegara yang bermanfaat bagi
upaya konservasi orangutan. Penelitian orangutan di Indonesia merupakan salah satu kegiatan ilmiah yang
sangat produktif dan telah berlangsung sejak tahun 1960an. Stasiun penelitian Ketambe di Taman Nasional
Gunung Leuser- Aceh Tenggara dan Camp Leakey di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah
merupakan situs penelitian lapangan terlama dan masih berjalan sampai saat ini di Indonesia. Keduanya telah
menjadi medan penggalian berbagai informasi ilmiah tentang sejarah hidup orangutan sejak 1971. Sebagian
besar pengetahuan kita tentang kedua jenis orangutan berasal dari kedua stasiun penelitian tersebut.
Pengetahuan tentang berbagai aspek kehidupan orangutan tidak saja penting bagi upaya konservasi satwa itu,
melainkan juga menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Penelitian di kawasan rawa Suaq Balimbing, Aceh Selatan, misalnya, menguak tingkah laku
menggunakan ”alat” dalam kehidupan sehari-hari orangutan. Sebelumnya, kepandaian menggunakan alat untuk
memperoleh makanan hanya dilaporkan dari populasi simpanse di Afrika. Penemuan tersebut penting dalam
upaya kita memahami evolusi budaya, termasuk budaya manusia sendiri.
12
Pengalaman mendirikan dan mengelola stasiun penelitian seperti Ketambe dan Camp Leakey sebaiknya dapat
diteruskan dengan membangun sarana serupa di lokasi-lokasi lain di Sumatera dan Kalimantan. Untuk itu
diperlukan komitmen jangka panjang dari semua pihak mengingat investasi yang harus ditanamkan tidak
sedikit.
Kotak 2
Penelitian Jangka Panjang harus Berkelanjutan
Pusat penelitian Ketambe di Taman Nasional Gn. Leuser, Aceh Tenggara, Sumatera adalah satu-satunya tempat penelitian orangutan
Sumatera yang terus melakukan penelitian orangutan liar yang ada di sana sejak tahun 1971 (terputus karena kondisi keamanan 2002-awal
2003) sampai saat ini.
Penelitian di Ketambe telah dilakukan sejak tahun 1970-an melalui program kerjasama berbagai universitas. Ketambe tidak hanya menjadi
pusat penelitian ekologi, tetapi juga telah menjadi area pelatihan konservasi bagi generasi muda Indonesia maupun manca negara lainnya.
Hasil dari kerjasama penelitian dan pelatihan konservasi ini telah dibuktikan dengan kontribusi langsung dalam konservasi di Indonesia.
Ketambe juga telah berkontribusi luar biasa dalam membantu kita manusia untuk lebih memahami orangutan dan banyak hasil
penelitiannya telah dipublikasi di jurnal-jurnal nasional dan internasional serta membantu dalam proses analisa berbagai lokakarya
konservasi orangutan, antaralain PHVA orangutan pada tahun 1993 dan 2004; dan pembuatan rencana aksi orangutan Sumatera di
Berastagi pada tahun 2005.
Pentingnya penelitian jangka panjang telah dibuktikan melalui hasil penelitian dari Ketambe. Kita terus mendapatkan data dari individu-
individu yang telah diikuti sejak tahun 1971 hingga saat ini. Berdasarkan catatan penelitian tersebut kita akhirnya mengetahui antara lain,
bahwa orangutan adalah satu-satunya mamalia darat yang dapat hidup hingga usia lanjut serta mempunyai jarak antar kelahiran yang
sangat lama (8-9 tahun; ini paling lama di antara semua mamalia teresterial di dunia). Orangutan dapat hidup melewati usia 50-an tahun.
Dalam regenerasi hutan juga sudah dibuktikan fungsinya sebagai salah satu kunci penyebar biji. Oleh karena itu, sangatpenting untuk terus
melanjutkan penelitian jangka panjang; paling tidak satu siklus kehidupan dari orangutan. Perlu kita pikirkan, jika suatu studi sepanjang ini
di hentikan, artinya, kita harus mulai lagi dari awal. Hal ini akan memerlukan waktu 35 tahun lagi sebelum kita sampai kembali ke posisi
pengetahuan kita akan orangutan di Ketambe.
Keberadaan penelitian di Ketambe tidak hanya menyumbang dunia ilmu pengetahuan, namun juga menjaga kelestarian hutan primer
disana. Pada saat terputusnya penelitian karena kondisi keamanan (2002-2003) kasus illegal logging terjadi di area penelitian, begitu pula
pembukaan sebagian area di pinggir sungai Alas untuk dijadikan kebun. Awal 2003 setelah dilakukannya operasi illegal logging oleh
pemerintah dan masyarakat, masyarakat lokal bekerjasama dengan beberapa peneliti lokal, mulai melanjutkan penelitian lagi, selain untuk
meneliti efek deforestasi terhadap orangutan, juga untuk membantu menjaga kelestarian hutan beserta isinya, agar kasus illegal logging
dan pembukaan kebun tidak lagi terjadi. Sejak Maret 2007, pusat penelitian Ketambe telah terbuka kembali untuk peneliti manca negara.
Stasiun penelitian orangutan lain yang masih berjalan sampai saat ini adalah :
Mentoko, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur
o
Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung , Kalimantan Barat
o
Setia Alam, Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah
o
Tuanan, Areal Mawas (Eks. PLG), Kalimantan Tengah
o
Suaq Balimbing, Taman Nasional Gn. Leuser, Aceh Selatan
o
Bahorok, Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
o
Selain terus melanjutkan berbagai penelitian di bidang ekologi, perilaku dan genetika, penelitian di bidang medis
orangutan juga harus lebih dikembangkan di masa mendatang. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya
epidemik atau pandemik yang berasal dari orangutan di Indonesia. Informasi yang dihasilkan juga penting bagi
peningkatan pengelolaan orangutan di pusat rehabilitasi dan program konservasi eksitu lainnya.
Sebanyak dan sebaik apapun informasi dan data ilmiah yang dihasilkan oleh para peneliti tidak akan menolong
orangutan dari ancaman kepunahan, selama pemerintah, pihak industri, dan masyarakat tidak menyadari
pentingnya keberadaan orangutan dan hutan tropis dalam kehidupan manusia. Untuk itu, para peneliti harus
mampu menyampaikan hasil temuan mereka secara sederhana dan menciptakan berbagai model pengelolaan
yang menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi manusia dan orangutan.
13
III. STRATEGI DAN RENCANA AKSI NASIONAL
KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA 2007-2017
Penyusunan strategi dan rencana aksi konservasi orangutan adalah untuk menjamin kelangsungan hidup jangka
panjang dua spesies orangutan (Orangutan Sumatra, Pongo abelii dan Orangutan Borneo, Pongo pygmaeus).
Upaya memaksimalkan perlindungan terhadap populasi yang cukup besar ini diprioritaskan berdasarkan viabilitas
jangka panjang, keunikan taksonomik dan ekologis. Pengelolaan habitat menjadi salah satu fokus dan ini bisa
dilakukan dengan pengelolaan kawasan konservasi yang sudah ada dan pengelolaan populasi-populasi orangutan
yang berada di luar kawasan konservasi dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan yang terkait.
Pengelolaan konservasi orangutan secara umum dapat dibagi kedalam 5 strategi utama yaitu :
A. Strategi dan program pengelolaan konservasi orangutan
B. Strategi dan program aturan dan kebijakan
Strategi dan program pengembangan kemitraan dan kerjasama (Partnership development and collaborative
C.
management);
D. Strategi dan program komunikasi, penyadartahuan masyarakat dan pemerintah;
E. Strategi dan program pendanaan.
A. Strategi dan Program Pengelolaan Konservasi Orangutan
Pengelolaan konservasi orangutan dibagi ke dalam 3 strategi utama, yaitu :
1. Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di
habitat aslinya
2. Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu
orangutan
3. Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan
A.1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan
orangutan di habitat aslinya
Konservasi insitu merupakan kegiatan pelestarian orangutan di habitat aslinya. Strategi bertujuan agar semua
pemangku kepentingan bekerjasama memantau pengelolaan konservasi orangutan dan habitatnya.
Pemantapan kawasan, pengembangan koridor, realokasi kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) menjadi
areal konservasi merupakan beberapa aktivitas yang bisa dilakukan untuk penyelamatan orangutan di
habitatnya. Perlindungan habitat menjadi dasar utama bagi pengelolaan konservasi insitu orangutan.
Salah satu penyebab hilangnya habitat orangutan adalah perencanaan tata ruang yang kurang baik. Program
konservasi orangutan membutuhkan kawasan hutan yang ada saat ini tetap sebagai kawasan hutan dan tidak
dikonversi untuk penggunaan lain. Ini akan sangat membantu mengurangi tekanan kepada orangutan yang
populasinya sudah sangat terancam punah (orangutan sumatera) dan terancam punah (orangutan kalimantan).
Alokasi hutan sebagai habitat bisa dilakukan pada tingkat tata ruang kabupaten, propinsi maupun di tingkat
nasional. Pemangku kepentingan dalam penyusunan tata ruang di tingkat kabupaten dan propinsi seharusnya
mengalokasikan ruang untuk habitat orangutan.
Habitat orangutan djumpai di kawasan konservasi, hutan produksi, hutan lindung dan juga di kawasan budidaya
non kehutanan. Penelitian menunjukkan bahwa 75% dari orangutan liar dijumpai di luar kawasan konservasi,
kebanyakan di kawasan hutan produksi yang dikelola oleh HPH/HTI dan atau hutan lindung. Orangutan akan
bisa bertahan hidup di areal kerja HPH yang dikelola dengan baik, tetapi tidak begitu banyak yang dapat
bertahan pada daerah hutan tanaman. Disamping itu, habitat orangutan juga banyak yang berada pada
kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) dimana kawasan ini relatif lebih mudah untuk dikonversi ke
penggunaan lain, seperti perkebunan, pemukiman dan lainnya. Oleh karena itu, dunia usaha juga harus
dilibatkan dalam upaya pengelolaan konservasi orangutan sehingga dampak akibat pembangunan baik di sektor
kehutanan maupun di luar kehutanan terhadap orangutan dapat diminimalisir.
15
Tabel 6. Program dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama
penyelamatan orangutan di habitat aslinya
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu kepentingan Prioritas
Perlindungan habitat baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi
1. Membantu setiap pengelola hutan (unit manajemen usaha kehutanan) dan 2008- BPK, LSM, Kebun, 2
perkebunan untuk menyusun dan mengimplementasikan rencana kelola 2010 Universitas, HPH,
orangutan di areal kerjanya HTI, Tambang
3
2. Meningkatkan kapasitas unit pengelola kawasan konservasi (KSA dan KPA) 2008- PHKA, LSM,
dan hutan lindung dalam melakukan konservasi orangutan 2010 masyarakat,
Pemda
3. Membantu penyusunan SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan 2008- PHKA, LSM, 1
habitatnya (termasuk tindakan pertolongan/penyelamatan, mitigasi konflik dan 2010 masyarakat, HPH,
termasuk keterlibatan masyarakat) HTI, Kebun,
Tambang
4. Membangun dan mengelola koridor antar habitat orangutan yang sudah 2008- PHKA, Universitas, 1
terfragmentasi 2012 HPH, HTI, Kebun,
Tambang, LSM,
Masyarakat
5. Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan di kawasan budidaya 2010- PHKA, Pemda, LSM 2
non kehutanan dalam bentuk kawasan konservasi daerah 2015
6. Mendorong habitat prioritas konservasi orangutan masuk ke dalam RTRW 2008- PHKA, BAPPENAS, 2
Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota 2010 Pemda, LSM/Ornop,
Ditjen Tata Ruang
PU.
Rehabilitasi habitat orangutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan
konservasi
1. Merehabilitasi dan merestorasi kawasan habitat orangutan yang potensial di 2008- PHKA, LSM, 3
dalam dan di luar kawasan konservasi 2015 Universitas
Masyarakat, BP DAS
2. Mendorong unit pengelola mencari pilihan terbaik bagi perlindungan orangutan 2008- PHKA, Industri 1
dan jika perlu melakukan translokasi orangutan maka ini menjadi 2015 (Tambang, HPH,
tanggungjawab pengelola unit manajemen. Translokasi menjadi pilihan HTI, kebun,)
terakhir jika rehabilitasi kawasan habitat orangutan di unit manajemen tidak
bisa dilakukan.
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
Pada kondisi dimana aktivitas ekonomi menyebabkan terjadinya pengrusakan habitat dan orangutan tidak
bisa pindah atau menyelamatkan diri dari proses pembangunan tersebut maka translokasi menjadi pilihan
terakhir. Pilihan ini akan diambil bila pilihan lain untuk mempertahankan orangutan di habitatnya sudah tidak
bisa dilakukan lagi. Untuk menghindari ini terjadi, akan lebih efisien jika survei tentang satwa langka, jarang
dan dilindungi dilakukan dengan baik sebelum melakukan pembangunan sehingga aktivitas translokasi tidak
perlu dilakukan.
Translokasi merupakan proses pemindahan orangutan liar sehat dari habitatnya yang rusak ke habitatnya
yang baru, yang lebih aman dan lebih baik. Habitat baru ini diharapkan akan dapat mendukung hidupnya
dalam jangka panjang. Translokasi memerlukan biaya tinggi dan untuk itu dibutuhkan adanya aturan yang
menjelaskan persoalan biaya terkait translokasi. Banyaknya konversi habitat (hutan) untuk peruntukan lain
menjadi penyebab banyaknya orangutan yang ditangkap oleh masyarakat. Pada banyak kasus, satwa-satwa
ini dapat disebut sebagai “pengungsi”, karena habitat mereka memang sudah tidak ada lagi. Selain akibat
konversi lahan, kebakaran hutan juga menjadi penyebab penting adanya orangutan “pengungsi”. Orangutan
“pengungsi” harus diselamatkan (rescued) ke pusat rehabilitasi serta secepatnya di translokasi ke habitat
yang masih baik. Namun hal ini bukan merupakan penyelesaian masalah jangka panjang pada konservasi
orangutan. Kedepannya, perlindungan habitat harus menjadi prioritas dalam konservasi orangutan.
Indonesia sudah mempunyai data sebaran orangutan (PHVA, 2004) yang akan terus diperbarui. Data ini
menjadi alat bantu dalam mengindentifikasi area kunci (key areas) yang saat ini bukan merupakan kawasan
konservasi. Area kunci ini bisa diusulkan menjadi kawasan konservasi sehingga dapat menambah dan
memperluas kawasan konservasi yang telah ada. Informasi yang ada mencakup habitat dan populasi
16
orangutan yang berada disekitar kawasan tersebut. Contohnya : penunjukan Taman Nasional Sabangau di
Kalimantan Tengah. Pada kawasan ini dijumpai populasi orangutan yang penting namun terancam, yang
masih bertahan hidup setelah beberapa tahun terjadi kerusakan habitat di areal tersebut.
Disamping itu, perlu dimunculkan terobosan-terobosan baru atau paling tidak mengevaluasi kembali
kebijakan-kebijakan yang ada, yang berkaitan dengan upaya konservasi satwa liar dilindungi. Misalnya :
upaya konservasi keanekaragaman hayati di kawasan hutan produksi karena hutan produksi juga merupakan
habitat penting satwa liar dilindungi, termasuk orangutan. Pengelola kawasan harus mempunyai sistem yang
baik untuk pengelolaan satwa liar langka, jarang dan terancam punah sehingga keberadaan satwa liar
dilindungi bisa tetap lestari. Kegiatan pengelolaan ini merupakan kewajiban para pengelola hutan produksi
sesuai peraturan yang berlaku. Hal lain yang bisa dilakukan adalah pembentukan kawasan konservasi daerah
pada areal KBNK. Kawasan ini ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah daerah. Ini dapat menjadi terobosan
dalam meningkatkan peran daerah dalam konservasi orangutan.
A.2 Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi
insitu orangutan
Konservasi eksitu yang dilakukan di kebun binatang, taman safari selain bermanfaat bagi pelestarian
orangutan juga harus bisa menjadi sarana pendidikan dan peningkatan kepedulian masyarakat akan
perlindungan orangutan di Indonesia. Kebun binatang dan lembaga konservasi lainnya harus dikelola dengan
baik dan profesional sehingga dapat berperan maksimal untuk pendidikan konservasi. Beberapa hal yang
harus dilakukan adalah meningkatkan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan orangutan
di kebun binatang, khususnya menyangkut pemeliharaan dan kesehatan satwa.
Apabila terjadi penyelunduan orangutan dari Indonesia ke negara lain, menurut peraturan CITES, orangutan
tersebut harus dikembalikan ke Indonesia sebagai negara asalnya, dan biaya repatriasi (pengembalian
orangutan) menjadi tanggungan negara Indonesia. Ini terasa agak memberatkan negara pemilik orangutan
yang diselundupkan, karena harus juga menanggung biaya untuk rehabilitasi hingga pelepasliaran. Oleh
karena itu perlu ada kerjasama internasional untuk pengembalian orangutan ke negara asalnya, termasuk
kerjasama dalam hal penegakan hukum untuk perdagangan ilegal satwa liar, termasuk orangutan. Misalnya
melalui mekanisme ASEAN WEN (Wildlife Enforcement Network). Sementara itu, pengembalian orangutan ke
habitatnya harus memenuhi persyaratan yang disusun oleh IUCN. Pengembalian orangutan ke habitat asli
memerlukan kehati-hatian sehingga tidak terjadi pencemaran genetik, kesehatan dan perilaku. Proses
pelepasliaran juga memerlukan pengelolaan habitat dan bahkan adanya restorasi habitat.
Rehabilitasi berarti menyiapkan/mendidik individu (dalam hal ini orangutan) untuk bisa hidup mandiri di
lingkungan sosialnya yang “normal” (diantara sesama jenisnya dan di habitat alaminya). Salah satu masalah
yang dihadapi kegiatan rehabilitasi orangutan adalah kesulitan mencari lokasi/area untuk pelepasliaran bagi
orangutan yang sudah direhabilitasi. Disamping itu, pusat rehabilitasi juga menjumpai berbagai kesulitan
lain, seperti : (i) kesulitan untuk memperoleh izin menggunakan kawasan hutan yang cocok untuk
pelepasliaran; (ii) kesulitan memperoleh jaminan keselamatan/keamanan orangutan yang dilepasliarkan serta
(iii) kesulitan mendapatkan fasilitas (areal/kawasan) yang berfungsi sebagai kawasan khusus untuk
mendukung kehidupan orangutan.
Tabel 7. Program dan rencana aksi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk
konservasi insitu orangutan
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Kapasitas dan kapabilitas taman safari, kebun binatang dan pusat rehabilitasi dalam
konservasi orangutan
Menyusun stud book orangutan di kebun binatang dan taman safari yang ada di
1. 2008- PHKA, LSM, PKBSI, 2
Indonesia dan Luar negeri 2010 DitKesWan, Pusat
Karantina Hewan
2. Mendorong peningkatan kapasitas pengelolaan orangutan di kebun binatang 2008- PHKA, LSM, PKBSI 2
untuk memenuhi standart PKBSI dan aturan terkait lainnya. 2015
17
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
3. Meningkatkan pengawasan implementasi peraturan pengelolaan orangutan di 2008- PHKA, LSM, PKBSI 2
eksitu oleh tim pengawas dari PHKA 2017
4. Mewajibkan semua pusat rehabilitasi, kebun binatang dan taman safari 2008- PHKA, LSM, PKBSI 3
melakukan pelaporan ke PHKA setiap tiga bulan tentang status terakhir 2017
orangutan di lembaganya
Peran kebun binatang dan taman safari sebagai bagian pendidikan konservasi
orangutan
1. Meningkatkan interaksi kebun binatang dan taman safari dengan sekolah 2008- PHKA, PKBSI, 2
dengan memberikan kemudahan untuk pendidikan konservasi orangutan 2017 Sekolah
2. Mewajibkan kebun binatang dan taman safari berperan dalam melakukan 2008- PHKA, LSM, PKBSI 2
kegiatan pendidikan konservasi orangutan dan sarana pendukungnya. 2012
Pengembalian orangutan ke habitat alam
1. Melakukan pelepasliaran orangutan ke habitat alami berdasarkan data genetik, 2008- PHKA, LSM, 2
sehingga dapat dijamin keaslian dan tidak terjadi pencemaran genetik 2015 Universitas
Menyusun panduan/guideline reintroduksi dan pelepasliaran orangutan ke
2. 2008 PHKA, LSM, 3
habitat aslinya termasuk penilaian kelayakan habitat Universitas
3. Mencari dan menentukan adanya satu kawasan yang kompak dan aman untuk 2008- PHKA, LSM, 2
lokasi pelepasliaran orangutan di setiap wilayah habitat orangutan sumatera 2015 Universitas, Swasta,
dan kalimantan sehingga 2015 tidak ada lagi pusat rehabilitasi orangutan di Masyarakat
Sumatera dan Kalimantan Adat/Lokal
Meningkatkan monitoring dan evaluasi pasca released (pelepasliaran) dan
4. 2008- PHKA, NGO, Pusat 3
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya 2017 Reintroduksi,
Universitas,
Lembaga Penelitian
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
A.3 Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan
Penelitian menjadi strategi penting dalam mendukung konservasi orangutan. Penelitian akan memberikan
informasi kepada pengelola bagaimana harus melakukan pengelolaan konservasi orangutan disesuaikan
dengan tingkat ancaman dan permasalahan pada orangutan dan habitatnya. Habitat yang semakin sedikit
dan timbulnya berbagai penyakit merupakan salah satu ancaman bagi orangutan. Disamping itu, juga
dibutuhkan adanya penelitian yang memadai tentang apakah orangutan dapat bertahan hidup pada hutan-
hutan yang sudah rusak (degraded forest areas). Selama ini, hampir semua penelitian orangutan dilakukan di
hutan primer atau hutan yang gangguannya relatif kecil.
Penelitian di hutan-hutan yang rusak perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangutan bisa dapat
bertahan hidup pada kondisi habitat yang kurang layak dan tidak punah. Penelitian yang dilakukan harus
terkait dengan perkebunan dan areal pengusahaan hutan. Salah satu contoh penelitian di kawasan yang
terganggu adalah penelitian orangutan liar di Pusat Penelitian Orangutan Tuanan sejak Agustus 2003. Areal
penelitian ini terletak di area Mawas, Kapuas, Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilakukan melalui kerjasama
antar beberapa universitas (dalam dan luar negeri) dan LSM lokal. Lokasi penelitian ini merupakan bekas
areal PLG dan bekas HPH. Pada sisi lain, keberadaan penelitian di suatu kawasan ternyata dapat membantu
melindungi kawasan tersebut baik secara langsung maupun tidak dari berbagai ancaman. Keberadaan
peneliti dan aktivitasnya paling tidak dapat terus memonitor langsung kondisi kawasan serta ekologi satwa
yang ada di kawasan tersebut.
Penelitian medis tentang orangutan juga perlu dikembangkan untuk memastikan upaya konservasi orangutan
tidak sia-sia karena adanya penyakit epidemik atau pandemik. Penelitian ini sangat diperlukan bagi program
konservasi eksitu. Penemuan Simian retrovirus yang potensial berbahaya pada sebagian besar monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) di kawasan wisata di Bali, harus menjadi perhatian banyak pihak. Sejauh ini,
memang hanya satu orang yang terinfeksi dan tanpa mengalami sakit yang serius, akan tetapi potensi untuk
terjadinya mutasi pada virus ini tidak boleh disepelekan (underestimate), seperti halnya kasus munculnya
virus HIV dari virus SIV (Simian Immunology Syndrome Virus). Penularan penyakit dari orangutan ke
manusia atau sebaliknya (zoonosis), sangat mudah terjadi. Ini disebabkan karena adanya kesamaan genetik
orangutan dan manusia yang mencapai 97%. Salah satu contoh lain adalah penularan virus ebola di antara
18
manusia, simpanse dan gorilla di beberapa Negara di Afrika. Virus ebola ini bisa sampai memusnahkan
populasi jenis tersebut.
Selain penelitian jangka panjang, survei dan monitoring juga harus dilakukan untuk mengetahui keberadaan
orangutan dan kondisi habitatnya. Penelitian juga bisa menyajikan informasi tentang ancaman terhadap
orangutan serta permasalahan lainnya yang berkaitan dengan kelestarian orangutan. Melalui kegiatan survei
dan monitoring, berbagai program dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dalam kegiatan
konservasi orangutan.
Intensitas dan kontinuitas penelitian akan dapat mendukung aksi penyelamatan menjadi langkah yang lebih
efisien. Tetapi penelitian tidak hanya kepada populasi dan genetika saja, melainkan juga habitat. Disamping
itu, program pengembangan pusat penelitian sebagai pusat informasi ilmiah tentang orangutan Indonesia
juga harus dilakukan. Pusat penelitian juga akan menjadi pusat informasi dan memberi pertimbangan utama
bagi program reintroduksi dan pelepasliaran orangutan kembali ke habitat alami.
Tabel 8. Program dan rencana aksi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Sistem informasi orangutan Indonesia
Pengembangan sistem pangkalan data (database system) tentang genetika,
1. 2008 - PHKA, Universitas 2
pakan, penyakit, perburuan dan perdagangan orangutan Indonesia; data dasar 2010
ini akan menjadi acuan pemantauan orangutan Indonesia, baik di insitu, eksitu,
relokasi, pelepasliaran, dan sebagainya
2008- Universitas,
2. Meningkatkan keterlibatan laboratorium acuan orangutan yang sudah ada baik 3
laboratorium, LSM,
2017
dalam penelitian maupun kebutuhan medis dan forensik.
(Genetika dan Virus
: PSSP IPB, Fisiologi
: FKH IPB; Parasit :
FKH UGM, Malaria :
Lab Eijkman dan
NAMRU Nutrisi
Pakan : LIPI)
Penelitian orangutan
1. Melakukan penelitian ekologi dan perilaku, distribusi, genetik, pakan, 2008- PHKA, Universitas, 2
reproduksi, orangutan di dalam dan diluar kawasan konservasi (KPA/KSA); 2017 LSM, Swasta
diperlukan untuk meminimalisasi konflik orangutan-manusia dan mendorong
pengelolaan orangutan yang efektif di dalam hutan produksi dan perkebunan
2. Melakukan penelitian tentang medis orangutan; sehingga tidak terjadi 2008- PHKA, Universitas, 1
penularan penyakit antar orangutan, dan juga menjadi acuan bagi 2012 LSM
pelepasliaran orangutan
3. Survei dan monitoring populasi dan habitat orangutan di dalam kawasan dan 2008 PHKA, Universitas, 1
diluar kawasan konservasi 2010 LSM
2008- PHKA, Universitas,
4. Melanjutkan penelitian jangka panjang yang sudah dilakukan di beberapa 3
stasiun penelitian orangutan yang data dan hasil penelitiannya dikelola dengan 2017 LSM, Swasta
baik
Teridentifikasinya kawasan habitat orangutan baik pada kawasan konservasi atau
kawasan hutan yang sudah terdegradasi maupun kawasan hutan di luar kawasan
konservasi
1. Melakukan survei dan pemetaan potensi habitat orangutan Indonesia; 2008- PHKA, Universitas, 1
diperlukan identifikasi dan inventarisasi daerah yang potensial menjadi habitat 2012
orang utan, baik secara alami maupun melalui program restorasi habitat, dan
juga daya dukung habitat yang akan dijadikan tempat pelepasliaran orangutan
2. Melakukan survei dan pemetaan potensi koridor, diperlukan untuk mendukung 2008- PHKA, Universitas, 2
adanya konektifitas antar habitat dan populasi orangutan yang terpisah 2012 LSM/NGO
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
19
B. Strategi dan Program Aturan dan Kebijakan
Pada bidang aturan dan kebijakan, ada 2 (dua) strategi utama, yaitu :
1. Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konservasi daerah berdasarkan
karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum dan kearifan masyarakat
2. Strategi Meningkatkan implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk
mendukung keberhasilan konservasi orangutan
B.1 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konservasi daerah berdasarkan
karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum dan kearifan masyarakat
Salah satu undang-undang yang sangat penting dalam perlindungan spesies, termasuk orangutan adalah
Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
termasuk turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa Liar dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar.
Selain itu, undang-udang lain yang juga sangat penting terkait dengan perlindungan habitat orangutan
adalah UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Habitat orangutan berada di kawasan konservasi, kawasan hutan produksi dan kawasan budidaya non
kehutanan. Perlu ada dorongan kebijakan di semua level untuk mendukung pelestarian orangutan di habitat
alami. Dorongan kebijakan yang sudah mengadopsi kekhasan daerah antara lain adalah mewujudkan adanya
kawasan konservasi daerah pada kawasan KBNK. Pola ini diharapkan sudah memenuhi unsur kekhasan,
kearifan lokal, faktor ekologi dalam penataan ruang mikro dan peran serta dukungan pemerintah daerah atau
masyarakat. Kebijakan ini juga menjadi bukti peran dan dukungan pemerintah daerah dalam konservasi
orangutan. Kawasan konservasi juga perlu kepastian hukum, untuk itu perlu ada penguatan secara legal.
Kepastian ini akan mempermudah implementasi pengelolaan habitat dan spesies sesuai dengan rencana aksi,
khususnya penegakan aturan konservasi.
Tabel 9. Program dan rencana aksi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konservasi
daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum dan
kearifan masyarakat
Skala
Deskripsi Tata Pemangku Kepentingan
Prioritas
Waktu
Peraturan daerah untuk kawasan perlindungan orangutan di daerah yang
merupakan habitat orangutan
1. Memfasilitasi terbentuknya kawasan konservasi daerah sebagai 2008-2010 PHKA, Pemda, LSM 2
kawasan perlindungan orangutan
2. Membuat kebijakan atau Perda untuk perlindungan orangutan pada 2008-2017 PHKA, Pemda, LSM 2
kawasan budidaya non kehutanan (KBNK)
3. Melakukan evaluasi dan rekonstruksi tataruang mikro pada kawasan 2008-2010 PHKA, Pemda, LSM 1
yang diketahui menjadi habitat satwa langka dan dilindungi khususnya
orangutan
Status kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan
1. Melakukan tata batas dan pengukuhan kawasan konservasi, hutan 2008-2015 PHKA, Baplan, Pemda, 2
lindung, KBNK yang memiliki habitat orang utan BPN
2. Meningkatkan upaya penegakan hukum bagi perburuan, perdagangan 2008-2017 PHKA, Pemda, LSM dan 1
dan perusakan habitat orangutan Polisi, jaksa, hakim,
3. Mengembangkan sistem pembiayaan jasa lingkungan (air, karbon, 2008-2017 PHKA, Pemda, LSM 4
REDD) dari habitat orangutan sehingga habitat terlindungi
4. Memfasilitasi investor untuk membangun hutan restorasi bagi 2008-2012 PHKA,Pemda,LSM,Donor 2
kelestarian orangutan
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
20
B.2 Strategi meningkatkan implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan
untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan
Keberhasilan konservasi orangutan sangat ditentukan oleh dukungan kebijakan dan peraturan formal.
Kebijakan dan aturan tentang konservasi sangat dinamis dan menyesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi. Perkembangan pembangunan ekonomi menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya hutan dan
pada gilirannya akan menyebabkan munculnya tekanan terhadap keberlangsungan hidup orangutan.
Beberapa hal yang menjadi fokus dalam aspek kebijakan untuk mendukung konservasi orangutan adalah :
(1) Bagaimana membangun dan mengembangkan jaringan untuk penegakan peraturan perundangan; dan
(2) Bagaimana mendorong dilakukannya pembaharuan aturan tentang konservasi orangutan
Ada tiga (3) faktor potensial yang menyebabkan konservasi orangutan berpotensi gagal, dan ketiga faktor
itu harus dikendalikan dengan perbaikan peraturan perundangan. Tiga (3) faktor tersebut adalah :
1). Konversi hutan alam menjadi peruntukan lain yang tidak transparan dan tidak memperhitungkan
keberadaan spesies dilindungi. Ini telah menyebabkan perubahan hutan-hutan alam menjadi
perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman dan pemanfaatan lainnya. Diperlukan keterbukaan,
akuntabilitas dari pembuat kebijakan dalam memberikan izin konsesi baik untuk sawit maupun hutan
tanaman. Perlu dilakukan program peningkatan kapasitas aparat pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat dalam melakukan monitoring dan investigasi, sehingga permasalahan pemberian konsesi
yang dapat mengancam kelestarian orangutan dapat dihindari.
2). Penebangan hutan tidak terkendali. Kegiatan pembalakan liar menjadi sumber kerusakan utama
habitat orangutan yang masih terus berlangsung. Untuk memberantas kejahatan di bidang kehutanan
ini, pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden tentang pemberantasan penebangan liar,
menandatangani MoU dengan berbagai negara lain, dan sebagainya.
3). Perdagangan ilegal orangutan. Penegakan hukum terhadap perburuan, pemeliharaan dan
perdagangan orangutan telah meningkat sejak tahun 1990an. Masih diperlukan adanya perbaikan
dalam perundangan untuk meningkatkan penegakan hukum guna menghentikan perburuan dan
perdagangan orangutan. Peningkatan kapasitas dan pengetahuan aparat penegak hukum tentang
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan orangutan harus dilakukan untuk
meningkatkan kegiatan penegakan hukum. Kasus perburuan dan perdagangan orangutan harus lebih
banyak yang dibawa ke pengadilan dan dilakukan proses penegakan hukum secara efektif dengan
memberikan hukuman yang tinggi.
Tabel 10. Program dan rencana aksi meningkatkan implementasi dan menyempurnakan berbagai
peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Revisi perundang-undangan yang ada.
1. Menyiapkan masukan untuk revisi UU No. 5 Tahun 1990 tentang 2008-2017 PHKA,LSM 3
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Peningkatan implementasi peraturan perundangan yang terkait dengan
perlindungan orangutan
1. Peningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan orangutan hasil 2008 PHKA, LSM, Donor 3
penegakan hukum
Peraturan perlindungan orangutan diluar habitatnya
1. Diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan orang utan 2008-2013 PHKA, LSM 3
2. Memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status 2008 PHKA, LSM 2
taksonomi orangutan
3. Menyederhanakan prosedur perizinan pengangkutan spesimen biologis 2008 PHKA, LSM, 2
orangutan untuk kegiatan penelitian dan pemeriksaan medis Universitas, LIPI
4. Mensosialisasikan SOP penyitaan orangutan 2008 PHKA 2
21
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
5. Menyusun standar pengelolaan orangutan yang ada di lembaga konservasi 2008-2010 PHKA, LSM, LIPI 3
Universitas
2008-2009 PHKA, LSM, 2
6. Memfasilitasi proses penyusunan kebijakan penanganan satwa sitaan
(termasuk keputusan euthanasia sebagai opsi terakhir) Universitas
7. Memfasilitasi pembuatan aturan pengelolaan stasiun penelitian orangutan 2008-2010 PHKA, LSM 3
di dalam dan di luar kawasan konservasi
Peraturan perlindungan orangutan didalam habitatnya
1. Mereview dan merevisi Keputusan Menhut No 280/Kpts-II/1995 tentang 2008 PHKA, LSM 2
pedoman reintroduksi orangutan
Sistem evaluasi bagi unit pengelola yang mempunyai habitat orangutan
1. Membangun sistem pemantauan dan evaluasi untuk penilaian kinerja unit 2008-2010 PHKA, LSM, dunia 3
pengelola yang memasukkan pengelolaan orangutan pada indikator kinerja usaha
2. Memantau dan mengevaluasi implementasi komitmen dan konvensi 2008-2012 PHKA, LSM 3
Internasional yang telah diratifikasi (GRASP, CBD, CITES)
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
C. Strategi dan Program Kemitraan dan Kerjasama dalam Mendukung Konservasi
Orangutan Indonesia
Dalam kemitraan dan kerjasama untuk mendukung konservasi orangutan Indonesia, ada 3 strategi utama,
yaitu :
1. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan orangutan Indonesia
2. Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat
3. Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi
orangutan di Indonesia
C.1 Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga
swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi
orangutan Indonesia
Pengelolaan orangutan dengan pemangku kepentingan yang cukup beragam membutuhkan pola kelola yang
adaptif. Di lain pihak, juga dibutuhkan adanya kearifan tradisional dalam pengelolaan orangutan.
Masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar habitat orangutan sebenarnya mempunyai aturan adat dan
kearifan lokal dalam melindungi hutan dan bisa mendukung upaya perlindungan orangutan menjadi lebih
efektif dan efisien. Peningkatan peran aturan adat, peraturan desa sangat diperlukan untuk mendukung
perlindungan habitat orangutan.
Pengelolaan kolaboratif menjadi pilihan dalam pengelolaan kemitraan dalam jangka panjang. Ini menjadi
pilihan pengelolaan yang paling tepat dengan kondisi permasalahan dan variasi pemangku kepentingan dalam
konservasi orangutan yang cukup tinggi. Untuk itu diperlukan dorongan untuk membangun manajemen
kolaboratif dalam konservasi orangutan Indonesia. Manajemen kolaborasi juga sudah diadopsi dalam
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang kolaborasi di kawasan konservasi walau
dalam implementasi masih diperlukan penyesuaian-penyesuaian. Pengelolaan kolaborasi dengan multi pihak
diyakini akan bisa menggerakkan upaya perlindungan orangutan menjadi lebih efektif.
22
Tabel 11. Program dan rencana aksi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi
orangutan Indonesia
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Forum Orangutan Indonesia
2008- PHKA, LSM, Pemda, 1
1. Memperkuat forum komunikasi antar pakar orangutan menjadi wadah
multistakeholder yang disebut Forum Orangutan Indonesia; sebagai pusat 2017 Lembaga Adat,
informasi penelitian dan kegiatan konservasi orangutan Indonesia. swasta, Masyarakat
Revitalisasi aturan adat dalam konservasi orangutan
1. Penyusunan peraturan desa/aturan adat untuk pelestarian orangutan Indonesia 2008- PHKA, LSM, Pemda, 2
2012 Lembaga Adat,
Masyarakat
2. Memperkuat fungsi kelembagaan adat dan lokal untuk pelestarian orangutan 2008- PHKA, LSM, Pemda, 3
2017 Lembaga Adat,
Masyarakat lokal
Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi orangutan indonesia
1. Evaluasi implementasi Permenhut No.19/2004 2008 LSM dan PHKA 1
2. Membangun sistem manajemen kolaboratif pelestarian orangutan 2009- PHKA, LSM, Pemda, 2
2010 swasta, masyarakat
3. Mengembangkan manajemen kolaboratif di setiap wilayah dan disahkan 2010- PHKA, LSM, Pemda, 3
2015 swasta, masyarakat
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
C.2 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat
Upaya konservasi orangutan bermitra dengan masyarakat harus dilakukan dalam bingkai pengelolaan SDA
berbasis masyarakat. Pola yang dikembangkan harus bermanfaat baik bagi pemangku kepentingan maupun
bagi orangutan. Peran serta masyarakat sangat penting untuk menjamin tercapainya tujuan konservasi.
Dalam pelaksanaannya, bisa dijumpai keterlibatan masyarakat dalam perlindungan/pengamanan habitat
orangutan serta untuk melawan perburuan dan perdagangan liar orangutan. Contoh : Unit Monitoring dan
Perlindungan Orangutan (Orangutan Protection and Monitoring Unit) di Taman Nasional Gunung Palung,
Kalimantan Barat dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi.
Tabel 12. Program dan rencana aksi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Alternatif mata pencaharian yang mendukung pelestarian orangutan
1. Mengkaji dan mengembangkan alternatif ekonomi yang ramah lingkungan 2010-2012 PHKA, Pemda, LSM, 3
dan mendukung konservasi orangutan (misalnya: ekowisata) swasta
2008-2015 PHKA, LSM, swasta, 3
2. Melatih penduduk lokal menjadi guide/pemandu wisatawan dan terlibat
dalam unit pengamanan dan pemantauan orangutan (orangutan Pemda
protection monitoring unit)
3. Membangun model-model desa konservasi yang menjadikan orangutan 2008-2012 PHKA, Pemda, 2
sebagai pusat aktivitas sosial, ekonomi dan budaya, melalui LSM, masyarakat,
penyelenggaraan kegiatan perencanaan pembangunan bersama Universitas
masyarakat, pengembangan ekowisata bersama masyarakat,
pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan
4. Mengalokasikan program pemberdayaan masyarakat dari pemda, 2009-2015 PHKA, Pemda, LSM, 3
perusahaan ke kawasan disekitar habitat orangutan swasta
Mengembangkan sistem pendanaan pedesaan (micro finance dan credit 2010-2017 PHKA, Pemda, LSM, 4
5.
union) yang mendukung pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar swasta
habitat orangutan
6. Membantu akses informasi pasar bagi petani sekitar habitat orangutan 2010-2017 PHKA, Pemda, LSM, 4
swasta
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
23
C.3 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana
konservasi orangutan di Indonesia
Komitmen, kapasitas dan kapabilitas dalam melaksanakan pelestarian orangutan sangat variatif. Diperlukan
adanya upaya untuk penyamaan dan peningkatan komitmen, kapasitas dan kapabilitas. Variasi yang lebar
dari pemangku kepentingan mendorong pilihan pendidikan yang dilakukan adalah pelatihan. Pelatihan
sebaiknya berlangsung terus menerus.
Tabel 13. Program dan rencana aksi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas
pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Pelatihan berkelanjutan untuk konservasi orangutan dan habitatnya
• 2008-2017 PHKA, LSM, Pemda, 2
Melakukan pelatihan teknis konservasi dan investigasi kepada warga
Masyarakat,
masyarakat, pengelola hutan (HPH/HTI), pengelola kawasan
Universitas
konservasi, LSM yang ada di sekitar kawasan habitat orangutan
• 2008-2017 PHKA, BPK, LSM, 2
Melakukan pelatihan kelola koridor kepada unit manajemen
Pemda, HPH,
khususnya perkebunan
Perkebunan
• 2008-2017 PHKA, LSM, Pemda, 1
Melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum tentang
Polisi, Jaksa, Hakim
konservasi orangutan
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
D. Strategi dan Program Komunikasi dan Penyadartahuan Masyarakat untuk Konservasi
Orangutan
Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk
meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia
Peningkatan pendidikan konservasi dan penyadartahuan lingkungan harus dilakukan untuk mencapai
perubahan perilaku masyarakat terhadap konservasi, khususnya perlindungan orangutan. Penyadaran
masyarakat merupakan kunci pemahaman akan jasa lingkungan yang dapat disediakan hutan. Kesadaran
ini akan membuat masyarakat menghentikan dan mengurangi pengrusakan habitat orangutan seperti
pembalakan liar dan sekaligus melestarikan orangutan.
Masyarakat harus dapat memahami manfaat keberadaan hutan dan spesies di dalam kehidupan mereka
dan membantu melakukan upaya untuk mengurangi hilangnya habitat yang lebih besar akibat pembalakan
liar dan/atau perusakan habitat. Namun, masyarakat juga harus dibantu untuk memperoleh akses
informasi sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan dan kulaitas hidupnya walau mengurangi
ketergantungannya pada sumber daya hutan.
Tanpa upaya mengurangi fragmentasi hutan, membangun koridor yang menghubungkan habitat orangutan
yang terpisah, mengurangi kehilangan habitat dan menghentikan perburuan, maka kepunahan spesies
orangutan akan semakin dekat. Ada beberapa hal yang harus dikembangkan untuk mendukung program
ini , antara lain :
1. Peningkatan kuantitas dan kualitas penyadartahuan masyarakat
2. Mempengaruhi skema lembaga keuangan dalam memberikan kredit agar memperhitungkan prinsip-
prinsip konservasi lingkungan.
3. Meningkatkan pendidikan konservasi khususnya orangutan di Indonesia
Kerjasama antar pemangku kepentingan sangat diperlukan. Sinergitas dan konsistensi komitmen dan
dukungan untuk konservasi orangutan Indonesia akan menjadikan implementasi rencana kerja lebih efisien.
Forum komunikasi antar pemangku kepentingan perlu dioptimalkan sehingga akan menjadi forum yang
bekerja untuk semua pemangku kepentingan dan mengurangi terjadinya peluang kesalahpahaman antar
pemangku kepentingan konservasi orangutan.
24
Tabel 14. Program dan rencana aksi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku
kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan
Indonesia
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Membangun konstituen dan dukungan untuk konservasi orangutan
1. Memperbanyak peliputan media untuk konservasi orangutan. 2008- PHKA, LSM, Media 2
2010
2008- PHKA, LSM, Media, 2
2. Meningkatkan kapasitas media terhadap pemahaman hal-hal yang
2010 Universitas
berhubungan dengan konservasi orangutan melalui pelatihan penulisan isu
lingkungan, pemberian informasi konservasi orangutan secara berkala dan
kunjungan lapangan (field trip)
3. Memperluas sebaran materi komunikasi koservasi orangutan melalui media 2008- PHKA, LSM, Media 3
cetak dan media elektronik 2017
4. Memanfaatkan forum keagamaan, lembaga adat, lembaga profesi dan institusi 2008- PHKA, LSM, 3
lokal untuk menyajikan dan menjelaskan pentingnya konservasi orangutan dan 2017 organisasi sosial,
habitatnya lembaga agama
Skema perkreditan/perbankan yang mengadopsi prinsip-prinsip konservasi
orangutan
1. Melakukan penyadartahuan pentingnya konservasi habitat orangutan kepada 2008- PHKA, LSM, 4
lembaga keuangan 2017 lembaga keuangan
2. Melakukan pelatihan tentang konservasi kepada lembaga keuangan, tentang 2008- PHKA, LSM, 4
nilai ekonomi dan dampak akibat pengrusakan lingkungan 2017 Pemangku
kepentingan
Pendidikan konservasi orangutan di Indonesia
1. Memperluas jangkauan pendidikan konservasi orangutan kepada masyarakat 2008- PHKA, LSM, Pemda, 3
melalui jaringan pendidikan lingkungan (JPL), pertemuan rutin dengan 2017 Lembaga
masyarakat, pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan dan aliran Keagamaan,
kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial remaja, perempuan’. organisasi sosial
2. Memasukkan pendidikan konservasi orangutan kedalam muatan lokal 2008- PHKA, LSM, Pemda 4
kurikulum di SD, SMP 2017
Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk
konservasi orangutan
1. Memberikan penghargaan kepada individu, masyarakat dan organisasi yang 2008- PHKA, Pemda 3
berkontribusi nyata mendukung konservasi orangutan 2017
Keterangan : 1 : Sangat Tinggi; 2 : Tinggi; 3 : Sedang; 4 :Rendah ; 5 : Sangat Rendah
E. Pendanaan untuk Mendukung Konservasi Orangutan
Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta mencari
dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan
Indonesia
Konservasi orangutan seharusnya menjadi tanggungjawab semua pemangku kepentingan. Pemerintah
berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan regulator. Pemerintah membutuhkan peran serta
semua pemangku kepentingan untuk mendukung upaya konservasi orangutan. Pemerintah daerah bisa
mendukung kegiatan ini dengan mengalokasikan dana rutin dari APBD. Para pemangku kepentingan juga
harus saling mendukung dan bekerjasama dalam mencari dan membangun system dana abadi untuk
kegiatan konservasi orangutan.
25
Tabel 15. Program dan rencana aksi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta
mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi
orangutan Indonesia
Deskripsi Tata Pemangku Skala
Waktu Kepentingan Prioritas
Peran pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan
dana konservasi di dalam APBD
1. Pemda memasukkan upaya konservasi orangutan dalam rencana strategis 2008- PHKA, LSM, Pemda 2
daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2017
Komitmen pendanaan orangutan
1. Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan 2009- PHKA, LSM 3
2017
2. Mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk 2008- PHKA, LSM, Swasta 2
perlindungan habitat orangutan 2017
3. Mencari dukungan pendanaan dari swasta antara lain melalui CSR 2008- PHKA, LSM, Swasta 2
2017
4. Mencari dukungan dari lembaga internasional seperti GRASP 2008- PHKA, LSM, Donor 2
2017
Keterangan : 1 : Sangat Rendah; 2 : Rendah; 3 : Sedang; 4 : Tinggi; 5 : Sangat Tinggi
26
IV. MONITORING DAN EVALUASI RENCANA AKSI NASIONAL
KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA 2007-2017
Pelaksanaan implementasi dari strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi. Ada beberapa langkah
yang bisa dilakukan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan implementasi strategi dan rencana aksi konservasi
orangutan. Beberapa diantaranya adalah :
1. Monitoring/pemantauan dilakukan oleh semua pemangku kepentingan
2. Evaluasi dilakukan setiap tahun lewat pertemuan tahunan yang akan dilakukan
3. Pertemuan tahunan harus menjadi ajang memberikan umpan balik kepada pengelola dan revisi rencana
kerja
A. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Pengelolaan Konservasi Orangutan
Tabel 16. Monitoring dan evaluasi strategi dan program pengelolaan konservasi orangutan
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan Pelaksanaan Konservasi Insitu Sebagai Kegiatan Utama Penyelamatan
Orangutan di Habitat Aslinya
Perlindungan habitat baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi
2008-2010
1. Membantu setiap pengelola hutan (unit manajemen 1. Ada minimal 10 HPH, 5 HTI dan 10
usaha kehutanan) dan perkebunan untuk menyusun dan perkebunan yang punya rencana kelola
mengimplementasikan rencana kelola orangutan di areal orangutan di areal kerjanya.
kerjanya 2. Ada laporan pelaksanaan implementasi
rencana kelola dari unit manajemen
secara periodik setiap tahun
3. Jumlah populasi orangutan di unit
manajemen tidak berkurang
2008-2010
2. Meningkatkan kapasitas unit pengelola kawasan 1. Semua UPT yang ada orangutan
konservasi (KSA dan KPA) dan hutan lindung dalam mempunyai rencana kelola orangutan
melakukan konservasi orangutan 2. Ada laporan pelaksanaan implementasi
rencana kelola dari unit manajemen
secara periodik setiap tahun
3. Pelatihan monitoring orangutan dan
habitatnya 2 kali setahun
2008-2010
1. SOP penanganan dan pengamanan
3. Membantu penyusunan SOP penanganan dan
orangutan dan habitatnya sudah disahkan
pengamanan orangutan dan habitatnya (termasuk
tindakan pertolongan/rescue, mitigasi konflik dan oleh Departemen Kehutanan
termasuk keterlibatan masyarakat) 2. Sosialisasi dan distribusi dokumen SOP
kepada pemangku kepentingan
2008-2012
4. Membangun dan mengelola koridor antar habitat 1. Ada 20 koridor antar habitat orangutan
orangutan yang sudah terfragmentasi yang terfragmentasi
2. Ada rencana pengelolaan dan pemantauan
koridor
3. Populasi orangutan di habitat alami di
sekitar koridor paling sedikit tetap
2010-2015
5. Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan 1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan
di kawasan budidaya non kehutanan dalam bentuk Kawasan Konservasi Daerah di areal KBNK
kawasan konservasi daerah sebagai habitat orangutan
2008-2010
6. Mendorong habitat prioritas konservasi orangutan masuk 1. Ada indikator habitat dalam penentuan
ke dalam RTRW Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota revisi dan penyusunan tata ruang
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional
27
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Rehabilitasi habitat orangutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi
2008-2015
1. Merehabilitasi dan merestorasi kawasan habitat 1. Ada 5 kawasan habitat orangutan yang
orangutan yang potensial di dalam dan di luar kawasan direhabilitasi
konservasi 2. Ada 1 kawasan restorasi untuk menjadi
habitat orangutan
2008-2015
2. Mendorong unit pengelola mencari pilihan terbaik bagi 1. Ada kantong perlindungan orangutan di
perlindungan orangutan dan jika perlu melakukan areal unit manajemen
translokasi orangutan maka ini menjadi tanggungjawab 2. Ada koridor dari kawasan kelola ke
pengelola unit manajemen. Translokasi menjadi pilihan kawasan konservasi
terakhir jika rehabilitasi kawasan habitat orangutan di
3. Tidak ada translokasi orangutan ke habitat
unit manajemen tidak bisa dilakukan.
lain
Program dan Rencana Aksi Mengembangkan Konservasi Eksitu sebagai bagian dari Dukungan untuk Konservasi
Insitu Orangutan
Kapasitas dan kapabilitas taman safari, kebun binatang dan pusat rehabilitasi dalam konservasi orangutan
2008-2010
Menyusun stud book orangutan di kebun binatang dan Stud book orangutan sudah selesai
1. 1.
taman safari yang ada di Indonesia dan luar negeri disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui
Stud book orangutan dibangun di PHKA
2.
dengan dukungan dari pemangku
kepentingan
Stud book ini terbuka untuk publik
3.
2008-2015
2. Mendorong peningkatan kapasitas pengelolaan orangutan 1. Ada pelatihan pengelolaan orangutan di
di kebun binatang untuk memenuhi standart PKBSI dan kebun binatang minimal sekali setahun
aturan terkait lainnya. 2. Tersedianya informasi pengelolaan
orangutan di kebun binatang yang
memadai
Evaluasi kinerja kebun binatang dalam
3.
pengelolaan orangtan setiap tahun.
2008-2017
3. Meningkatkan pengawasan implementasi peraturan 1. PHKA membentuk tim pengawas untuk
pengelolaan orang utan di eksitu oleh tim pengawas dari implementasi peraturan pengelolaan
PHKA. orangutan di eksitu
2. Ada pemeriksaan berkala tentang
implementasi aturan pengelolaan
orangutan oleh tim pengawas setiap tahun
3. Terdokumentasikannya hasil pemantauan
implementasi aturan
2008-2017
4. Mewajibkan semua pusat rehabilitasi, kebun binatang dan 1. Ada laporan setiap 3 (tiga) bulan ke PHKA.
taman safari melakukan pelaporan ke PHKA setiap tiga 2. Melakukan presentasi laporan
bulan tentang status terakhir orangutan di lembaganya perkembangan orangutan setiap tahun
Peran kebun binatang dan taman safari sebagai bagian pendidikan konservasi orangutan
2008-2017
1. Meningkatkan interaksi kebun binatang dan taman safari 1. Ada MoU kerjasama antara kebun
dengan sekolah dengan memberikan kemudahan untuk binatang, taman safari dengan sekolah
pendidikan konservasi orangutan 2. Jumlah kunjungan anak sekolah
meningkat 50%
2008-2012
2. Mewajibkan kebun binatang dan taman safari berperan 1. Ada informasi tentang konservasi
dalam melakukan kegiatan pendidikan konservasi orangutan yang memadai dan bersifat
orangutan dan sarana pendukungnya. edukasi
2. Ada paket pendidikan konservasi
orangutan
3. Ada kunjungan berkala dari sekolah ke
kebun binatang dan taman safari
Pengembalian orangutan ke habitat alam
2008-2015
1. Melakukan pelepasliaran orangutan ke habitat alami 1. Jumlah orangutan yang berhasil
berdasarkan data genetik, sehingga dapat dijamin dilepasliarkan
keaslian dan tidak terjadi pencemaran genetik 2. Ada data genetik dari orangutan yang
dilepasliarkan
2008
Menyusun panduan/guideline reintroduksi dan
2. 1. Tersusunan Pedoman (SOP) pelepasliaran
pelepasliaran orangutan ke habitat aslinya termasuk
28
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
penilaian kelayakan habitat orangutan
2. Ada sosialisasi dan pelatihan implementasi
SOP
2008-2015
3. Mencari dan menentukan adanya satu kawasan yang 1. Diperoleh adanya minimal 3 kawasan yang
kompak dan aman untuk lokasi pelepasliaran orangutan aman dan kompak sebagai areal
di setiap wilayah habitat orangutan sumatera dan pelepasliaran
kalimantan sehingga 2015 tidak ada lagi pusat rehabilitasi 2. Ditetapkan dan difungsikannya lokasi
orangutan di Sumatera dan Kalimantan pelepasliaran orangutan di Sumatera dan
Kalimantan
3. Sosialisasi program di sekitar lokasi
pelepasliaran di Sumatera dan Kalimantan
4. Semua pusat rehabilitasi berhenti
beroperasi setelah tahun 2015
2008-2017
Meningkatkan monitoring dan evaluasi pasca released
4. 1. Tersusunnya program monitoring
(pelepasliaran) dan melakukan evaluasi terhadap orangutan yang dilepasliarkan.
pelaksanaannya 2. Laporan monitoring secara berkala.
3. Evaluasi tahunan hasil monitoring.
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan Penelitian untuk Mendukung Konservasi Orangutan
Sistem informasi orangutan Indonesia
Pengembangan Sistem Pangkalan Data (database 1. Pangkalan data selesai disusun dan setiap
1. 2008 - 2010
system) tentang genetika, pakan, penyakit, perburuan 3 bulan diperbaharui
dan perdagangan orangutan Indonesia; data dasar ini 2. Pangkalan data dibangun di PHKA dengan
akan menjadi acuan pemantauan orangutan Indonesia, bantuan pemangku kepentingan
baik di in-situ, eksitu, relokasi, pelepasliaran, dan lokasi
3. Pangkalan Data orangutan menjadi
lainnya
dokumen publik
1. Ada MoU antara Departemen Kehutanan
2. Meningkatkan keterlibatan laboratorium acuan orangutan 2008-2017
dengan laboratorium acuan.
yang sudah ada baik dalam penelitian maupun kebutuhan
medis dan forensik. 2. Jumlah peneliti yang terlibat di
laboratorium meningkat 50 %
3. Tersusunnya data base dan sistem
jaringan antar laboratorium.
Penelitian Orangutan
1. Melakukan penelitian ekologi dan perilaku, distribusi, 1. Tersedianya laporan hasil penelitian. 2008-2017
genetik, pakan, reproduksi, orangutan di dalam dan 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi
diluar kawasan konservasi (KPA/KSA); diperlukan untuk di PHKA
meminimalisasi konflik orangutan-manusia dan
3. Laporan dapat diakses oleh publik.
mendorong pengelolaan orangutan yang efektif di dalam
hutan produksi dan perkebunan
2. Melakukan penelitian tentang medis orangutan; sehingga 1. Tersedianya laporan hasil penelitian. 2008-2012
tidak terjadi penularan penyakit antar orangutan, dan 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi
juga menjadi acuan bagi pelepasliaran orangutan di PHKA
3. Laporan dapat diakses oleh publik.
3. Survei dan monitoring populasi dan habitat orangutan di 1. Tersedianya laporan hasil penelitian. 2008 2010
dalam kawasan dan diluar kawasan konservasi 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi
di PHKA
3. Laporan dapat diakses oleh publik.
4. Tersedianya informasi sebaran dan
besaran populasi serta habitat potensial
orangutan
4. Melanjutkan penelitian jangka panjang yang sudah 1. Tersedianya laporan hasil penelitian di 2008-2017
dilakukan di beberapa stasiun penelitian orangutan yang stasiun penelitian dan di PHKA
data dan hasil penelitiannya dikelola dengan baik 2. Laporan dapat diakses oleh publik.
3. Ada evaluasi hasil penelitian setiap tahun.
Teridentifikasinya kawasan habitat orangutan baik pada kawasan konservasi atau kawasan hutan yang sudah terdegradasi
maupun kawasan hutan di luar kawasan konservasi
29
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
1. Melakukan survei dan pemetaan potensi habitat 1. Tersedianya informasi potensial habitat 2008-2012
orangutan Indonesia; diperlukan identifikasi dan orangutan
inventarisasi daerah yang potensial menjadi habitat 2. Tersedia laporan dan peta hasil survei dan
orangutan, baik secara alami maupun melalui program pemetaan potensi habitat orangutan
restrorasi habitat, dan juga daya dukung habitat yang Indonesia di PHKA
akan dijadikan tempat pelepasliaran orangutan
3. Informasi dapat diakses oleh publik
2. Melakukan survei dan pemetaan potensi koridor, 1. Tersedianya informasi kawasan yang 2008-2012
diperlukan untuk mendukung adanya konektifitas antar memiliki potensi sebagai koridor.
habitat dan populasi orangutan yang terpisah 2. Tersedianya laporan dan peta tentang
potensi koridor di PHKA
B. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Aturan dan Kebijakan
Tabel 17. Monitoring dan evaluasi strategi dan program aturan dan kebijakan
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Program dan Rencana Aksi Mengembangkan dan Mendorong Terciptanya Kawasan Perlindungan Orangutan
Peraturan daerah untuk kawasan perlindungan orangutan di daerah yang merupakan habitat orangutan
1. Memfasilitasi terbentuknya kawasan konservasi daerah 1. Lokakarya penentuan dan sosialisasi 2008-2010
sebagai kawasan perlindungan orangutan lokasi yang akan dijadikan kawasan
konservasi daerah.
2. Adanya rekomenadasi lokasi dan
kebijakan untuk mendukung kawasan
konservasi daerah untuk perlindungan
orangutan
2. Membuat kebijakan atau Perda untuk perlindungan 1. Ada 5 peraturan daerah yang 2008-2017
orangutan pada Kawasan Budidaya Non Kehutanan menetapkan Kawasan Konservasi
(KBNK) Daerah di areal KBNK sebagai habitat
orangutan
3. Melakukan evaluasi dan rekonstruksi tataruang mikro 1. Adanya revisi tata ruang mikro yang 2008-2010
pada kawasan yang diketahui menjadi habitat satwa mengakomodasi kebutuhan habitat
langka dan dilindungi khususnya orangutan satwa langka termasuk orangutan.
Status kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan
1. Melakukan tata batas dan pengukuhan kawasan 1. Ada Laporan pelaksanaan tata batas. 2008-2015
konservasi, hutan lindung, KBNK yang memiliki habitat 2. Ada keputusan penetapan kawasan
orang utan
2. Meningkatkan upaya penegakan hukum bagi perburuan, 1. Jumlah kasus perburuan, perdagangan 2008-2017
perdagangan dan perusakan habitat orangutan dan perusakan habitat orangutan yang
diproses secara hukum sampai tuntas.
3. Mengembangkan sistem pembiayaan jasa lingkungan (air, 1. Tersusunnya konsep pembiayaan jasa 2008-2017
karbon, REDD) dari habitat orangutan sehingga habitat lingkungan untuk mendukung
terlindungi konservasi orangutan.
2. Dimasukkannya sistem pembiayaan
jasa lingkungan menjadi bagian
pengelolaan konservasi orangutan di
unit pelaksana teknis.
3. Adanya MoU antara UPT dengan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
jasa lingkungan di habitat orangutan
4. Memfasilitasi investor untuk membangun hutan restorasi 1. Ada 5 investor yang berkomitmen untuk 2008-2012
bagi kelestarian orangutan membangun hutan restorasi untuk
mendukung kelestarian orangutan
30
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Program dan Rencana Aksi untuk Menyempurnakan Berbagai Peraturan Perundang-undangan untuk
Mendukung Keberhasilan Konservasi Orangutan
Revisi perundang-undangan yang ada.
2008-2017
1. Menyiapkan masukan untuk revisi UU No. 5 Tahun 1990 1. Usulan revisi UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Peningkatan implementasi peraturan perundangan yang terkait dengan perlindungan orangutan
2008
1. Peningkatan kapasitas lembaga terkait dalam 1. Pelatihan penegakan hukum dan setiap
penanganan orangutan hasil penegakan hukum pelatihan minimal 30 orang peserta
2. Tersedianya manual pelatihan
3. Tersedianya manual pelaksanaan
penegakan hukum
4. Tersedianya kompilasi peraturan
perundang-undangan yang terkait
dengan perlindungan spesies.
Peraturan perlindungan orangutan diluar habitatnya
2008-2013
1. Diseminasi aturan larangan memelihara, 1. Diseminasi peraturan melalui seminar,
memperdagangkan orangutan radio, tv, surat kabar
2. Setiap seminar minimal 30 orang
peserta
3. Tersedianya lembar informasi larangan
memelihara dan memperdagangkan
orangutan
2008
2. Memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 tahun 1999 terkait 1. Lokakarya usulan perubahan lampiran
dengan status taxonomi orangutan PP No. 7 Tahun 1999.
2. Tersedianya konsep usulan perubahan
lampiran PP No.7 Tahun 1999.
2008
3. Menyederhanakan prosedur perizinan pengangkutan 1. Tersedianya SOP perizinan
spesimen biologis orangutan untuk kegiatan penelitian pengangkutan spesimen biologis.
dan pemeriksaan medis
2008
4. Mensosialisasikan SOP penyitaan orangutan 1. Sosialisasi SOP penyitaan orangutan
melalui seminar, radio, tv, surat kabar
2. Setiap seminar minimal 30 orang
peserta
3. Tersedianya lembar informasi SOP
penyitaan orangutan
2008-2010
5. Menyusun standar pengelolaan orangutan yang ada di 1. Tersusunnya standar pengelolaan
lembaga konservasi orangutan di lembaga konservasi
2008-2009
1. Lokakarya penyusunan kebijakan
6. Memfasilitasi proses penyusunan kebijakan penanganan
satwa sitaan (termasuk keputusan euthanasia sebagai penanganan satwa sitaan
opsi terakhir) 2. Tersedianya SOP penanganan satwa
sitaan
2008-2010
7. Memfasilitasi pembuatan aturan pengelolaan stasiun 1. Lokakarya penyusunan peraturan
penelitian orangutan di dalam dan di luar kawasan pengelolaan stasiun penelitian
konservasi orangutan
2. Tersedianya SOP pengelolaan stasiun
penelitian orangutan
Peraturan perlindungan orangutan didalam habitatnya
Mereview dan merevisi SK Menhut No 280/Kpts-II/1995
1. 1. Revisi SK Menhut No. No 280/Kpts- 2008
tentang pedoman reintroduksi orangutan II/1995 tentang pedoman reintroduksi
orangutan
Sistem evaluasi bagi unit pengelola yang mempunyai habitat orangutan
2008-2010
1. Membangun sistem pemantauan dan evaluasi untuk 1. Tersedianya sistem pemantauan
penilaian kinerja unit pengelola yang memasukkan internal dalam setiap unit manajemen
pengelolaan orangutan pada indikator kinerja sebagai implementasi kriteria kinerja
unit manajemen pada aspek ekologi.
31
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
2. Adanya laporan implementasi SOP yang
dilakukan periodik
2008-2012
2. Memantau dan mengevaluasi implementasi komitmen 1. Laporan hasil evaluasi implementasi
dan konvensi Internasional yang telah diratifikasi (GRASP, komitmen dan konvensi internasional.
CBD, CITES)
C. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Kemitraan dan Kerjasama dalam Mendukung
Konservasi Orangutan Indonesia
Tabel 18. Monitoring dan evaluasi strategi dan program kemitraan dan kerjasama dalam mendukung
konservasi orangutan Indonesia
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan dan Memperluas Kemitraan antara Pemerintah, Swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, dan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Kegiatan Orangutan Indonesia
Forum orangutan Indonesia
1. Lokakarya tentang pembentukan forum
1. Memperkuat forum komunikasi antar pakar orangutan 2008-2017
menjadi wadah multistakeholder yang disebut Forum multistakholder orangutan Indonesia.
Orangutan Indonesia; sebagai pusat informasi penelitian Adanya forum multistakeholder
2.
dan kegiatan konservasi orangutan Indonesia.
3. Adanya pertemuan tahunan untuk
mengevaluasi pelaksanaan rencana aksi
konservasi orangutan
4. Ada jaringan komunikasi dan distribusi
informasi
Revitalisasi aturan adat dalam konservasi orangutan
1. Penyusunan peraturan desa/aturan adat untuk 1. Lokakarya desa menyusun peraturan 2008-2012
pelestarian orangutan Indonesia desa untuk pelestarian orangutan
2. Adanya 10 peraturan desa untuk
pelesatarian orangutan.
2008-2017
2. Memperkuat fungsi kelembagaan adat dan lokal untuk 1. Lokakarya desa menyusun aturan adat
pelestarian orangutan untuk pelestarian orangutan
2. Adanya aturan adat tentang pelestarian
orangutan
Pengelolaan Kolaboratif dalam konservasi orangutan indonesia
1. Evaluasi Implementasi Permenhut 19/2004 1. Lokakarya evaluasi implementasi 2008
Permenhut 19/2004
2. Adanya usulan rekomendasi
penyempurnaan permenhut 19/2004
2. Membangun sistem manajemen kolaboratif pelestarian 1. Tersedianya mekanisme kolaborasi 2009-2010
orangutan dalam pengelolaan orangutan
3. Mengembangkan manajemen kolaboratif di setiap wilayah 1. Tersedianya mekanisme kolaborasi 2010-2015
dan disahkan dalam pengelolaan orangutan
2. Adanya pengesahan manajemen
kolaboratif di setiap wilayah
Program dan Rencana Aksi Mengembangkan Kemitraan Lewat Pemberdayaan Masyarakat
Alternatif mata pencaharian yang mendukung pelestarian orangutan
1. Mengkaji dan mengembangkan alternatif ekonomi yang 1. Ada laporan kajian pengembangan 2010-2012
ramah lingkungan dan mendukung konservasi orangutan ekonomi alternatif di areal sekitar
(misalnya : ekowisata) habitat orangutan
2. Seminar hasil penelitian
32
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Melatih penduduk lokal menjadi guide/ pemandu 2008-2015
2. 1. Ada pelatihan pemandu lokal, pelatihan
wisatawan dan terlibat dalam unit pengamanan dan pengamanan dan pemantauan
pemantauan orangutan (Orangutan Protection Monitoring orangutan
Unit) 2. Ada asosiasi pemandu lokal
3. Peserta pelatihan 90% dari masyarakat
sekitar habitat orangutan
2008-2012
3. Membangun model-model desa konservasi yang 1. Lokakarya konsep desa konservasi
menjadikan orangutan sebagai pusat aktivitas sosial, 2. Terbentuknya 5 desa konservasi di
ekonomi dan budaya, melalui penyelenggaraan kegiatan sekitar kawasan habitat orangutan
perencanaan pembangunan bersama masyarakat,
pengembangan ekowisata bersama masyarakat,
pengembangan teknologi pertanian yang ramah
lingkungan
4. Mengalokasikan program pemberdayaan masyarakat dari 1. Adanya pelatihan pemberdayaan 2009-2015
pemda, perusahaan ke kawasan disekitar habitat masyarakat dari pemda dan atau
orangutan perusahaan minimal 5 kali
2. Adanya program pemberdayaan
masyarakat oleh perusahaan dan atau
pemda di kawasan sekitar habitat
orangutan
Mengembangkan sistem pendanaan pedesaan (micro Adanya program microfinance di desa
1.
5. 2010-2017
finance dan credit union) yang mendukung sekitar habitat orangutan
pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar habitat 2. Adanya keterkaitan dukungan dengan
orangutan program pemberdayaan masyarakat
dari perusahaan (CSR)
6. Membantu akses informasi pasar bagi petani sekitar 1. Adanya akses pasar kepada masyarakat 2010-2017
habitat orangutan sekitar habitat orangutan
Program dan Rencana Aksi Menciptakan dan Memperkuat Komitmen, Kapasitas dan Kapabilitas Pihak
Pelaksana Konservasi Orangutan di Indonesia
Pelatihan berkelanjutan untuk konservasi orangutan dan habitatnya
2008-2017
1. Melakukan pelatihan teknis konservasi dan investigasi 1. Adanya pelatihan teknis pengelolaan
kepada warga masyarakat, pengelola hutan (HPH/HTI), konservasi orangutan di 10 HPH dan 5
pengelola kawasan konservasi, LSM yang ada di sekitar HTI serta 10 perkebunan
kawasan habitat orangutan 2. Tersedianya panduan teknis
pengelolaan orangutan untuk unit
manajemen
3. Tersedianya panduan investigasi
2008-2017
2. Melakukan pelatihan kelola koridor kepada unit 1. Tersedianya panduan pengelolaan
manajemen khususnya perkebunan koridor konservasi orangutan
2. Adanya pelatihan teknis pengelolaan
koridor konservasi orangutan kepada 10
unit manajemen perkebunan
2008-2017
3. Melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum 1. Tersedianya model pelatihan
tentang konservasi orangutan penegakan hukum
2. Pelatihan penegakan hukum
perlindungan orangutan
3. Terbentuknya forum penegakan hukum.
4. Tersedianya laporan pelaksanaan
pelatihan penegakan hukum.
33
D. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Komunikasi dan Penyadartahuan
Masyarakat untuk Konservasi Orangutan
Tabel 19. Monitoring dan evaluasi strategi dan program komunikasi dan penyadartahuan masyarakat untuk
konservasi orangutan
Deskripsi Indikator Sukses Tata
waktu
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan Kesadartahuan Para Pemangku Kepentingan Mengenai Pentingnya
Upaya Konservasi Orangutan Indonesia
Membangun konstituen dan dukungan untuk konservasi orangutan
1. Memperbanyak peliputan media untuk konservasi 1. Jumlah pemberitaan konservasi 2008-2010
orangutan. orangutan di media massa baik lokal
maupun nasional meningkat
1. Tersedianya modul pelatihan untuk
2. Meningkatkan kapasitas media terhadap pemahaman 2008-2010
media massa mengenai konservasi
hal-hal yang berhubungan dengan konservasi orangutan
orangutan
melalui pelatihan penulisan isu lingkungan, pemberian
informasi konservasi orangutan secara berkala dan 2. Pelatihan untuk media massa mengenai
kunjungan lapangan (field trip) konservasi orangutan.
3. Adanya kunjungan media massa ke
lokasi konservasi orangutan.
4. Informasi berkala tentang konservasi
orangutan ke media massa.
3. Memperluas sebaran materi komunikasi koservasi 1. Distribusi informasi konservasi 2008-2017
orangutan melalui media cetak dan media elektronik orangutan di media cetak dan
elektronik.
Membuat berbagai kegiatan (event)
2.
sebagai media distribusi informasi
konservasi orangutan.
4. Memanfaatkan forum keagamaan, lembaga adat, 1. Melakukan pertemuan yang membahas 2008-2017
lembaga profesi dan institusi lokal untuk menyajikan dan konservasi orangutan di forum
menjelaskan pentingnya konservasi orangutan dan keagamaan, lembaga adat, profesi dan
habitatnya institusi lokal.
2. Memasukan pesan konservasi
orangutan dalam forum keagamaan,
lembaga adat, profesi dan institusi
lokal.
Skema perkreditan/perbankan yang mengadopsi prinsip-prinsip konservasi orangutan
1. Melakukan penyadartahuan pentingnya konservasi 1. Tersedianya materi tentang konservasi 2008-2017
habitat orangutan kepada lembaga keuangan orangutan untuk diinformasikan kepada
lembaga keuangan
2. Lokakarya peran lembaga keuangan
dalam mendukung konservasi
orangutan.
3. Adanya panduan pemberian kredit
ramah lingkungan (green credit)
2. Melakukan pelatihan tentang konservasi kepada lembaga 1. Pelatihan tentang valuasi jasa 2008-2017
keuangan, tentang nilai ekonomi dan dampak akibat lingkungan dan manfaat jasa konservasi
pengrusakan lingkungan kepada lembaga keuangan.
2. Laporan hasil pelatihan.
Pendidikan konservasi orangutan di Indonesia
1. Memperluas jangkauan pendidikan konservasi orangutan 1. Memasukkan isyu konservasi orangutan 2008-2017
kepada masyarakat melalui jaringan pendidikan ke dalam jaringan pendidikan
lingkungan (JPL), pertemuan rutin dengan masyarakat, lingkungan.
pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan dan 2. Pertemuan berkala tentang konservasi
aliran kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial orangutan kepada berbagai kelompok
remaja, perempuan’. sasaran.
34
Deskripsi Indikator Sukses Tata
waktu
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan Kesadartahuan Para Pemangku Kepentingan Mengenai Pentingnya
Upaya Konservasi Orangutan Indonesia
2. Memasukkan pendidikan konservasi orangutan kedalam 1. Diterbitkannya buku-buku yang 2008-2017
muatan lokal kurikulum di SD, SMP memiliki muatan lokal konservasi
orangutan
2. Pelatihan konservasi orangutan kepada
para guru SD dan SMP.
Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk konservasi orangutan
1. Memberikan penghargaan kepada individu, masyarakat 1. Tersusunnya kriteria pemberian 2008-2017
dan organisasi yang berkontribusi nyata mendukung penghargaan konservasi orangutan.
konservasi orangutan 2. Adanya pemberian penghargaan
konservasi orangutan.
E. Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Program Pendanaan untuk Mendukung Konservasi
Orangutan
Tabel 20. Monitoring dan evaluasi strategi dan program pendanaan untuk mendukung konservasi
orangutan
Deskripsi Indikator Sukses Tata
Waktu
Program dan Rencana Aksi Meningkatkan dan Mempertegas Peran Pemerintah, Pemda, LSM serta Mencari
Dukungan Lembaga Dalam dan Luar Negeri untuk Penyediaan Dana bagi Konservasi Orangutan Indonesia
Peran Pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan dana konservasi di dalam APBD
1. Pemda memasukkan upaya konservasi orangutan dalam 1. Lima (5) kabupaten memasukkan 2008-2017
rencana strategis daerah (Renstra) dan dalam anggaran konservasi orangutan dalam rencana
pendapatan belanja daerah (APBD) strategis daerah dan dalam anggaran
pendapatan belanja daerah (APBD)
Komitmen pendanaan orangutan
1. Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan 1. Lokakarya pengembangan dana abadi 2009-2017
untuk konservasi orangutan.
2. Tersusunnya konsep pengelolaan dana
abadi
3. Terkelolanya dana abadi untuk
konservasi orangutan.
2. Mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa 1. Tersedianya dana yang diperoleh dari 2008-2017
lingkungan karena perlindungan habitat orangutan pengelolaan jasa lingkungan.
2008-2017
3. Mencari dukungan pendanaan dari swasta antara lain 1. Adanya alokasi dana CSR untuk
melalui CSR mendukung konservasi orangutan.
4. Mencari dukungan dari lembaga internasional seperti 1. Adanya alokasi dana dari GRASP untuk 2008-2017
GRASP mendukung konservasi orangutan di
Indonesia
35
DAFTAR PUSTAKA
Corner, E.H.J. 1978. The Plant Life. In: Kinibalu summit of Borneo (Luping, D.M., wen, C.W., dan Dingley, E.R. eds.),
Sabah Soc. Kota Kinibalu p. 112-178
Delgado, R.A., dan van Schaik, C.P. 2000. The Behavior Ecology and Conservation of the Orangutan (Pongo
pygmaeus): A Tale of Two Island. Evol Anthropol 9: 201-218
Djojosudharmo, S., dan van Schaik, C.P. 1992. Why are orang utans so rare in the highlands? Altitudinal changes in
a Sumatran forest. Trop. Biodiv., 1, 11-22.
Ellis, S., Singleton, I., Andayani, N., Traylor-Holzer, K., dan Supriatna, J. (eds.).2006. Sumatran Orangutan
Conservation Action Plan. Washington, DC and Jakarta, Indonesia: Conservation International
Final Report: Bornean Orangutan Conservation Action Plan Workshop, 12-14 October 2005, Pontianak, West
Kalimantan, Indonesia
Galdikas, B.M.F. 1982. Orangutan as seed dispersal at Tanjung Putting Reserve Central Borneo. In: The Orangutan:
Its Biology and Conservation (Boer, L.D. ed). Junk Pub, Boston, p. 285
Galdikas, B.M.F. 1984. Adaptasi orangutan di Suaka Tanjung Putting, Kalimantan Tengah. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Groves, C. 2001. Primate Taxonomy. Smithsonian Institution Press, Washington, DC
Husson, S., Meijaard, E., Singleton, I., van Schaik, C.P., dan Wich, S.A. 2003. The Status of the Orangutan in
Indonesia, 2003. Pre-PHVA meeting, Singapore, August 13-15, 2003, Orangutan Foundation-UK, London,
UK
IUCN (World Conservation Union) 2007 IUCN Red List ofThreatened Species (IUCN, Gland, Switzerland, 2007).
Mackinnon, J.R. 1974. The ecology and behaviour of wild orang-utans (Pongo pygmaeus). Anim. Behav. 22: 3-74
Meijaard, E., Rijksen, H.D., and Kartikasari, S.N. 2001. Di Ambang Kepunahan!: Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad
ke-21. Tropenbos, Gibbon Foundation.
Meijaard, E. & Wich, S.A. 2007. Putting orangutan population trends into perspective. Current Biology, 17, R540.
PPHT-UNMUL 2006. Prosiding Membedah Orangutan. Bedah buku dan lokakarya penyusunan rencana aksi
penyelamatan orang-utan dan habitatnya di Kalimantan Timur. Samarinda, 14-15 Juni 2006
Rijksen, H.D. 1978. A field study on Sumatran orangutans (Pongo pygmaeus abelii, Lesson 1827): ecology,
behaviour and conservation, Veenman, Wageningen
Rijksen, H.D., dan Meijaard, E. 1999. Our vanishing relative. The status of wild orangutans at the close of the
twentieth century. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands
Rodman, P.S. 1973. Population composition and captive organization among orang-utan of the Kutai reserve. In:
Comparative ecology and behaviour of primates (Michael, R.P., dan Crook, J.H. eds). Academic Press,
London
Russon, A., Wich, S., Ancrenaz, M., Kanamori, T., Knott, C., Kuze, N., Morrogh-Bernard, H., Pratje, P., Ramlee, H.,
Rodman, P., Sidiyasa, K., Singleton, I., van Schaik, C. (in press). Geographic variation in orangutan diets. In
Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology (eds. S.A. Wich, S.S. Utami Atmoko, T. Mitra Setia,
and C.P. van Schaik). Oxford Univ. Press, Oxford
Singleton, I., Wich, S. A., Husson, S., Stephens, S., Utami-Atmoko, S. S., Leighton, M., Rosen, N., Traylor-Holzer, K.,
Lacy, R. & Byers, O. (eds). 2004. Orangutan population and habitat viability assessment: final report,
IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN.
Suhandi, A.S. 1988. Regenerasi jenis-jenis tumbuhan yang dipencarkan oleh orangutan sumatera (Pongo pygmaeus
abelii) di hutan tropika Gunung Leuser. Skripsi sarjana Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta.
Utami, S.S., dan van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female sumatran orangutan (Pongo pygmaeus
abelii). Am.J.Primatology 43: 159-165
Warren, K.S., Verschoor, E.J., Langenhuijzen, S., Heriyanto, Swan, R.A., Vigilant, L., dan Heeney, J.L. 2001.
Spesiation and intraspecific variation of Bornean orangutans, Pongo pygmaeus. Mol Biol Evol 18: 472-480
Wich, S.A., Utami-Atmoko, S.S., Setia, T.M., Rijksen, H.D., Schürmann, C. & van Schaik, C.P. 2004. Life history of
wild Sumatran orangutans (Pongo abelii). Journal of Human Evolution 47: 385-398
Wich, S.A. (2007). Orangutan Survey report to Fauna and Flora International
37
Wich, S.A., Meijaard, E., Marshall, A.J., Husson, S., Ancrenaz, M., Lacy, R.C., van Schaik, C.P., Sugardjito, J.,
Simorangkir, T., Traylor-Holzer, K., Galdikas, B.M.F., Doughty, M., Supriatna, J., Dennis, R., Gumal, M., dan
Singleton, I. The status of the orangutan: an overview of this current distribution. Oryx, in prep.
Yuwono, E.H., Susanto, P., Saleh, C., Andayani, N., Prasetyo, D., dan Utami Atmoko, S.S. 2007. Petunjuk teknis
Penanganan Konflik Manusia-Orangutan di Dalam dan Sekitar Perkebunan Kelapa Sawit. WWF-Indonesia,
Jakarta
Daftar Perundangan dan Peraturan
1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
2. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
3. UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
PBB mengenai Keanekaragaman Hayati)
4. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
6. PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
7. PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Perlindungan Alam
8. PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru
9. PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
10. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
11. PP No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
12. Keppres No. 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endagered Species
of Wild Flora & Fauna)
13. Keppres No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional
14. Kepmenhut No. 460/Kpts-II/1990 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 62/Kpts-II/1998
Tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan Dan Satwa Liar
15. Kepmenhut No. 882/Kpts-II/92 Tentang Penetapan Tambahan Beberapa Jenis Satwa Yang Dilindungi
Undang-Undang Disamping Jenis-Jenis Satwa Yang Telah Dilindungi
16. Kepmenthut No. 36/Kpts-II/1996 tentang Penunjukan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam Selaku Pemegang Kewenangan Pelaksanaan (Managment Authoriy) CITES)
17. Kepmenhut No. 617/Kpts-II/1996 tentang Pemasukan Satwa Liar Dari Wilayah Lain Dalam Negara
Republik Imdonesia Ke Taman Buru dan Kebun Buru
18. Kepmenhut No. 479/Kpts-II/1998 Tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar
19. Kepmenhut No. 241/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada Taman Rekreasi Margasatwa
Serulingmas Selamanik Banjarnegara, Kabupaten Daerah Tingkat II Banjarnegara Sebagai Lembaga
Konservasi Ex-situ Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang
20. Kepmenhut No. 242/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada Taman Safari Indonesia Sebagai
Lembaga Konservasi Ex-situ Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang
21. Kepmenhut No. 250/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada Yayasan Bina Wisata Kasang Kulim
Pekanbaru Riau Sebagai Lembaga Konservasi Ex-situ Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang
38
1